Nasional
Prabowo Subianto secara tegas membantah bahwa dirinya berada di bawah kendali atau pengaruh Jokowi. Ia kemudian menambahkan ungkapan yang menunjukkan rasa tidak habis pikir (‘Come on’) dan meminta semua pihak untuk bersikap lebih jujur serta rasional (‘Yang bener lah’) dalam menilai situasi tersebut.

Semarang (usmnews) dikutip dari cna.id Presiden Prabowo Subianto mengambil sikap tegas untuk membantah spekulasi publik yang beredar mengenai hubungannya dengan pendahulunya, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Dalam sebuah pernyataan penting, Prabowo Subianto mengklarifikasi bahwa dirinya menjalankan roda pemerintahan secara independen dan tidak berada di bawah kendali atau intervensi Jokowi.
Penegasan ini disampaikan secara langsung oleh Presiden Prabowo saat menghadiri sebuah acara seremonial penting, yakni peresmian fasilitas industri petrokimia baru milik PT Lotte Chemical Indonesia. Acara strategis yang menandai investasi besar di sektor industri ini berlangsung di Cilegon, Banten, pada hari Kamis, 6 November.

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo juga mengungkapkan fakta bahwa ia secara pribadi meminta agar Jokowi diikutsertakan dan diundang hadir dalam acara peresmian pabrik tersebut. Kehadiran Jokowi, menurut Prabowo, penting sebagai bagian dari upaya melawan tren negatif dalam iklim politik nasional.
Presiden menyoroti fenomena yang ia anggap sebagai “budaya politik yang tidak sehat” yang mulai berkembang di kalangan masyarakat. Ia mengkritik keras adanya tendensi di sebagian kalangan yang bersifat oportunistis: memberikan pujian setinggi langit dan sanjungan berlebihan kepada seorang pemimpin ketika ia masih memegang tampuk kekuasaan. Namun, ironisnya, sikap tersebut berubah drastis menjadi cemoohan dan upaya perendahan martabat begitu pemimpin tersebut menyelesaikan masa jabatannya.
Prabowo mengecam praktik “dikuyu-kuyu”, di mana mantan pemimpin terus-menerus dicari kesalahannya dan disudutkan. “Pada saat berkuasa, [pemimpin negara] disanjung-sanjung. Ini budaya apa? Ini harus kita ubah,” tegas Prabowo, seperti yang dilaporkan oleh Tirto. Ia mempertanyakan moralitas di balik budaya tersebut dan menyerukan perubahan fundamental dalam cara masyarakat memperlakukan para pemimpinnya.
Lebih lanjut, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan ajakan moral kepada seluruh elemen bangsa, baik masyarakat umum maupun para elit politik. Ia mendorong terciptanya kultur penghormatan timbal balik (mutual respect) dan menghentikan praktik saling mengejek, menyindir, atau menjatuhkan figur lain demi kepentingan politik sesaat.
Sebagai contoh konkret pentingnya penghormatan ini, Prabowo mengingatkan publik akan dedikasi Jokowi. Ia menekankan bahwa Jokowi telah mengabdi dan memimpin Indonesia selama satu dekade penuh (10 tahun), dan kontribusi serta jasa-jasa beliau selama periode tersebut sudah selayaknya mendapatkan apresiasi dan penghargaan yang pantas dari bangsa.
Bantahan Tegas Terhadap Isu “Bayang-Bayang Jokowi”
Menjawab isu sentral yang sering dialamatkan kepadanya, Prabowo secara spesifik dan tegas membantah seluruh narasi yang menyebut dirinya hanya bertindak sebagai “boneka” atau berada di bawah bayang-bayang pengaruh kuat Jokowi dalam mengelola pemerintahan. Ia melabeli rumor tersebut sebagai anggapan yang tidak memiliki dasar faktual (tidak berdasar) dan sama sekali tidak mencerminkan realitas yang terjadi di dalam lingkar kekuasaan.
Prabowo menggarisbawahi independensinya dengan menyatakan bahwa dalam proses transisi maupun selama ia menjabat, ia tidak pernah menerima “titipan” dalam bentuk apapun dari Jokowi. Istilah “titipan” ini merujuk pada permintaan khusus, intervensi kebijakan, atau penempatan orang-orang tertentu dalam kabinet.

“Prabowo takut sama Jokowi, Prabowo masih dikendalikan sama Jokowi, enggak ada itu,” seru Prabowo, menirukan rumor yang beredar. “Pak Jokowi itu ndak pernah nitip apa-apa sama saya, ya saya harus katakan sebenarnya,” tambahnya, mengindikasikan bahwa ia merasa perlu meluruskan misinformasi tersebut demi kebenaran.
Meskipun membantah adanya kendali, Prabowo justru menegaskan bahwa relasi personal dan profesionalnya dengan Jokowi terjalin dengan sangat baik, dilandasi oleh sikap saling menghargai (respect) satu sama lain.
Alih-alih menjauhkan diri, Prabowo justru secara terbuka memberikan pengakuan atas prestasi (legacy) pemerintahan Jokowi selama dua periode. Ia menyatakan bahwa pencapaian ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi patut mendapat pengakuan, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di panggung internasional.
Secara spesifik, Prabowo menyoroti dua indikator makroekonomi utama: kemampuan pemerintahan sebelumnya dalam mengendalikan tingkat inflasi sehingga tetap terjaga di level yang “cukup bagus” dan pencapaian angka pertumbuhan ekonomi yang juga dinilai “bagus”.
“Sudah lah, saudara-saudara, beliau [Jokowi] memimpin 10 tahun diakui dunia bagaimana pun,” ujarnya. “Inflasi di bawah beliau cukup bagus, pertumbuhan bagus, ya kan?” lanjutnya, seolah meyakinkan audiens akan data faktual tersebut.
Prabowo menutup pernyataannya dengan seruan untuk bersikap objektif dan adil dalam menilai sejarah. “Come on. Harus kita… yang benar lah, yang jujur lah,” pungkasnya, mengajak semua pihak untuk berhenti berpolemik dan mulai bersikap jujur serta adil dalam memandang kinerja pemimpin sebelumnya.







