Business
Piutang Proyek Kereta Cepat Membengkak, WIKA Gugat KCIC Melalui Arbitrase Pihak Ketiga

Jakarta (usmnews) -Piutang sebesar ini sebagian besar merupakan bagian dari “cost overrun” proyek, yaitu biaya yang membengkak dan melampaui anggaran yang telah ditetapkan semula. Permasalahan mengenai pembengkakan biaya proyek ini telah lama menjadi isu sensitif, dan saat ini, WIKA tengah berupaya keras dalam menjalani proses pengajuan klaim atas piutang konstruksi tersebut.
Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, mengungkapkan bahwa sengketa piutang ini telah memasuki babak baru. Dalam acara Public Expose yang diselenggarakan secara virtual pada Rabu (12/11/2025), Agung menyatakan bahwa saldo PDPK yang tertunggak tersebut kini sedang dalam proses pengajuan klaim melalui arbitrase pihak ketiga di Singapura.
“Untuk klaim WIKA yang Rp5 triliun lebih, ini adalah, tadi kami sampaikan, sedang berproses dengan KCIC, di mana kita sudah mengajukan ke Singapura (arbitrase pihak ketiga),” jelas Agung, menekankan bahwa jalur hukum internasional telah dipilih untuk menyelesaikan perselisihan ini.
Meskipun WIKA berkomitmen untuk mengikuti seluruh jalannya persidangan sengketa ini, Agung Budi Waskito secara jujur mengakui bahwa saat ini ia belum dapat memberikan kepastian mengenai tingkat keberhasilan klaim piutang tersebut. Ia menyatakan bahwa pihak manajemen akan terus memantau proses arbitrase. “Kita akan mengikuti jalannya sidang, sehingga kita belum bisa menyimpulkan kira-kira seberapa keberhasilan kita, sedang berproses,” tambahnya.
Agung Budi Waskito juga menegaskan bahwa sengketa konstruksi yang melibatkan nilai yang cukup besar ini memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi keuangan WIKA. Piutang sebesar Rp5 triliun lebih tentu saja membebani likuiditas dan neraca keuangan perusahaan.
Oleh karena itu, Agung berharap adanya keterlibatan pihak-pihak lain dapat membantu mempercepat penyelesaian dan restrukturisasi proyek KCJB. Ia secara khusus menyebutkan harapannya pada Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang kini turut menangani polemik proyek Kereta Cepat. “Ini sedang berproses dispute ini, antara WIKA dengan KCIC yang cukup besar. Nah tentu kalau seperti kita ketahui bahwa sekarang sedang proses, polemik di kereta cepat ini kan sekarang ditangani oleh Danantara,” jelasnya.
Sebagai informasi kontekstual, proyek High Speed Railway Jakarta-Bandung ini melibatkan Kerja Sama Operasi (KSO) yang terdiri dari lima perusahaan konstruksi, di mana WIKA adalah salah satu wakil dari Indonesia. Empat KSO lainnya berasal dari pihak Tiongkok.
Menurut detail laporan keuangan WIKA yang disajikan hingga tanggal 30 September 2025, saldo Piutang Dalam Penyelesaian Konstruksi (PDPK) atas proyek KCJB milik PT Kereta Cepat Indonesia China tercatat sebesar Rp5.019.142.049 (dalam ribuan). Manajemen WIKA dalam laporannya, yang dikutip dari Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), menyatakan bahwa angka ini merupakan klaim atas cost over run dan hingga tanggal otorisasi laporan keuangan, klaim tersebut masih dalam proses negosiasi internal. Namun, sejalan dengan pernyataan Direktur Utama, manajemen menegaskan akan melanjutkan upaya klaim tersebut melalui arbitrase pihak ketiga, menandakan kesiapan WIKA untuk menempuh jalur penyelesaian sengketa di tingkat internasional.







