Education
Pentingnya Pasteurisasi: Mengapa Susu Segar Belum Tentu Aman Dikonsumsi.

Semarang (usmnews) – Dikutip dari detikhealth Baru-baru ini, jagat media sosial X (sebelumnya Twitter) diramaikan oleh sebuah perdebatan hangat mengenai keamanan pangan, khususnya terkait konsumsi susu. Pemicunya adalah sebuah unggahan viral dari seorang warganet yang secara terbuka mempromosikan pemberian susu mentah (raw milk) atau susu yang tidak melalui proses pasteurisasi kepada anaknya. Dalam narasi yang dibangunnya, warganet tersebut mengklaim bahwa susu mentah yang diambil langsung dari peternak adalah bentuk “real foods” atau makanan asli yang bebas dari pemrosesan pabrik (ultra-processed foods). Tidak berhenti di situ, pengunggah juga menyertakan sentimen negatif terhadap para orang tua yang masih mengandalkan susu formula bubuk, dengan menyebut mereka telah “dikibuli” oleh produsen susu karena mempercayai klaim kecerdasan dari produk tersebut.
Sontak, pernyataan ini memicu pro dan kontra, membelah opini publik antara mereka yang mendewakan bahan pangan alami versus mereka yang peduli pada standar keamanan pangan modern. Tanggapan Medis: Mengapa “Natural” Tidak Selalu Aman? Merespons kegaduhan ini, dr. Raissa E Djuanda, SpGK, seorang spesialis gizi klinik, memberikan edukasi krusial untuk meluruskan kesalahpahaman yang beredar. Beliau menegaskan bahwa meskipun label “alami” atau “langsung dari peternak” terdengar menjanjikan, keamanan pangan harus tetap menjadi prioritas utama, terutama jika menyangkut anak-anak.

Dr. Raissa menyoroti bahwa pasteurisasi adalah tahapan vital yang tidak boleh dilewatkan. Susu mentah, meskipun murni, memiliki risiko kontaminasi yang sangat tinggi. Sumber kontaminasi ini bisa berasal dari berbagai faktor, antara lain:Kondisi kesehatan sapi itu sendiri. Kebersihan peralatan perah yang digunakan. Lingkungan kandang atau peternakan. Proses distribusi dari peternakan hingga ke tangan konsumen.Memahami Proses Pasteurisasi, banyak masyarakat awam khawatir bahwa pemanasan akan merusak gizi susu.
Namun, dr. Raissa menjelaskan secara teknis bahwa pasteurisasi modern dirancang untuk menyeimbangkan keamanan dan nutrisi. Proses ini umumnya melibatkan pemanasan susu pada suhu 72 hingga 75 derajat Celcius selama kurang lebih 15 detik.Durasi dan suhu ini sudah diperhitungkan secara ilmiah untuk cukup membunuh bakteri patogen (penyebab penyakit) tanpa merusak struktur nutrisi penting di dalam susu. Jadi, anggapan bahwa susu pasteurisasi adalah “susu rusak” atau kurang bergizi dibandingkan susu mentah adalah sebuah kekeliruan. Bahaya Nyata di Balik Susu Mentah, konsekuensi dari mengonsumsi susu yang terkontaminasi bakteri jauh lebih mengerikan daripada sekadar sakit perut biasa.

Dr. Raissa memaparkan deretan risiko kesehatan serius yang mengintai di balik segelas susu mentah, mulai dari infeksi saluran pencernaan hingga komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa dampak yang mungkin terjadi meliputi:Diare parah dan muntah.Dehidrasi akut.Demam tinggi.Risiko gagal ginjal.Infeksi sistemik berat lainnya. Kesimpulan: Mitos Nutrisi SuperiorSebagai penutup, dr. Raissa mematahkan mitos bahwa susu mentah memiliki khasiat “ajaib” atau nutrisi superior yang tidak dimiliki susu pasteurisasi. Secara medis, tidak ada bukti kuat bahwa ada zat gizi tertentu yang membuat susu mentah lebih baik untuk dikonsumsi.
Sebaliknya, rasio risiko penyakit yang ditimbulkan jauh lebih besar dibandingkan manfaat minimal yang mungkin didapat. Oleh karena itu, dalam memilih asupan untuk keluarga, aspek keamanan (higienitas) harus didahulukan di atas klaim naturalitas yang belum tentu aman. Susu yang sudah dipasteurisasi adalah pilihan yang jauh lebih bijak dan bertanggung jawab demi kesehatan jangka panjang.







