Education
Pentingnya Dana Darurat bagi Sandwich Generation dan Cara Efektif Menyiapkannya
Semarang (usmnews) – Dikutip dari cnnindonesia.com Istilah sandwich generation merujuk pada individu yang terjepit di antara dua kewajiban finansial besar, yakni membiayai kebutuhan diri sendiri dan anak-anak, sekaligus menanggung biaya hidup orang tua yang sudah lanjut usia. Bagi kelompok ini, mengalokasikan uang untuk dana darurat sering kali dianggap sebagai sebuah kemewahan yang sulit dicapai, mengingat penghasilan bulanan kerap kali “pas-pasan” atau habis tak bersisa untuk kebutuhan operasional sehari-hari. Padahal, dalam hierarki perencanaan keuangan, dana darurat adalah pondasi fundamental yang wajib berdiri kokoh sebelum melangkah ke investasi lainnya.
Pertanyaan besarnya adalah, di tengah himpitan beban ganda tersebut, apakah dana darurat masih relevan dan bagaimana cara realistis untuk mengumpulkannya?
Menurut Perencana Keuangan dari Finansialku, Luna Mantyasih Makarti, posisi sandwich generation justru merupakan kelompok yang paling rentan terhadap guncangan ekonomi. Risiko kejadian tak terduga, seperti orang tua yang tiba-tiba jatuh sakit atau kebutuhan mendesak anak sekolah, jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok lain. Luna menegaskan bahwa tanpa adanya dana darurat, satu peristiwa krisis saja bisa menjerumuskan mereka ke dalam jeratan utang berbunga tinggi atau memaksa mereka menguras aset penting yang seharusnya tidak diganggu.
Pandangan serupa disampaikan oleh Dandy, perencana keuangan dari Advisor Alliance Group (AAG). Ia menekankan bahwa risiko finansial yang dihadapi sandwich generation memiliki efek domino; jika keuangan mereka runtuh, dampaknya akan dirasakan oleh tiga generasi sekaligus (orang tua, diri sendiri, dan anak). Oleh karena itu, memiliki bantalan finansial bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Langkah Taktis Membangun Dana Darurat
Para ahli menyarankan beberapa strategi taktis agar pengumpulan dana darurat terasa lebih ringan dan realistis:
Mulai dari Target yang Masuk Akal Luna menyarankan untuk tidak langsung terobsesi dengan angka ideal yang besar. Mulailah dengan target kecil, misalnya mengumpulkan dana setara satu kali pengeluaran bulanan. Setelah tercapai, tingkatkan targetnya secara bertahap menjadi tiga kali, enam kali, hingga mencapai angka ideal yakni 12 kali pengeluaran bulanan. Pendekatan bertahap ini penting untuk menjaga motivasi agar tidak merasa berat di awal.
Disiplin Persentase, Bukan Nominal Membangun kebiasaan adalah kunci utama. Dandy menyarankan untuk menyisihkan minimal 10 persen dari gaji di awal bulan. Jika angka tersebut dirasa terlalu berat, memulainya dengan 5 persen pun tidak masalah, asalkan konsisten. Ia menyarankan penggunaan sistem persentase daripada nominal rupiah tetap. Hal ini bertujuan agar ketika penghasilan atau gaji meningkat, jumlah dana yang ditabung juga otomatis ikut membesar secara proporsional.
Metode “Paksa” dan Pemisahan Rekening Untuk menghindari dana terpakai, Luna merekomendasikan agar rekening dana darurat dipisah total dari rekening operasional harian. Terapkan prinsip “sisihkan di awal, bukan sisakan di akhir”. Menggunakan fitur autodebit atau transfer otomatis sesaat setelah gajian adalah cara paling ampuh untuk memastikan pos ini terisi sebelum uang habis untuk konsumsi.
Pilih Instrumen yang Likuid dan Aman Penempatan dana darurat harus memprioritaskan kemudahan akses (likuiditas) dan keamanan, bukan mengejar keuntungan tinggi. Luna menyarankan instrumen seperti tabungan bank terpisah, deposito jangka pendek, atau logam mulia sebagai lapisan kedua. Jika ingin imbal hasil sedikit lebih baik namun tetap bisa dicairkan dalam 1-3 hari, Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) bisa menjadi opsi. Sangat disarankan untuk menghindari instrumen berisiko tinggi seperti saham, karena dana darurat harus siap pakai kapan saja nilainya tidak boleh tergerus fluktuasi pasar.