Nasional
Pengembangan Kasus Hukum: Pemanggilan Roy Suryo dan Rekan sebagai Tersangka dalam Isu Ijazah Presiden

Jakarta (usmnews) di kutip dari detiknews Pada hari Kamis, 13 November 2025, Pusat perhatian publik dan sorotan media kembali tertuju ke Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya di Jakarta. Agenda utama pada hari itu adalah pemanggilan sejumlah tokoh publik, termasuk mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, **Roy Suryo**, beserta dua tersangka lainnya, **Rismon Sianipar** dan **dokter Tifa**, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kontroversial terkait dugaan tudingan ijazah palsu Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo (Jokowi).
Pemanggilan ini menandai kelanjutan serius dari proses hukum yang telah berjalan, menyusul penetapan status tersangka terhadap ketiga individu tersebut. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, dalam keterangannya kepada wartawan sehari sebelumnya, Rabu (12/11/2025), mengungkapkan harapan agar para tersangka dapat memenuhi panggilan penyidik.
Ia menyatakan, “Sejauh ini belum ada konfirmasi (kehadiran). Semoga yang bersangkutan besok (hari ini, Kamis) bisa hadir memenuhi panggilan penyidik.” Pernyataan ini mencerminkan sikap kehati-hatian pihak kepolisian, yang tetap berpegang pada prosedur hukum, sekaligus menunjukkan kesiapan penyidik untuk melanjutkan tahap pemeriksaan.
Kasus ini telah menarik perhatian luas karena melibatkan nama-nama yang cukup dikenal di ranah publik dan politik, serta menyentuh isu sensitif yang berkaitan dengan kredibilitas dan legitimasi pemimpin negara.
Proses penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya telah mencapai tahap signifikan dengan ditetapkannya total delapan orang tersangka. Para tersangka ini kemudian dikelompokkan menjadi dua klaster berdasarkan peran dan dugaan pelanggaran hukum yang mereka lakukan. Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dokter Tifa termasuk dalam klaster kedua.
Menariknya, terlepas dari status tersangka yang melekat, kubu Roy Suryo cs melalui kuasa hukum mereka, **Ahmad Khozinudin**, menunjukkan sikap yang sangat kooperatif dan bahkan terkesan menantang terhadap proses hukum yang berjalan. Khozinudin, pada Senin (10/11), menegaskan bahwa kliennya siap menghadiri panggilan pemeriksaan tersebut.

Ia mengklaim bahwa pihaknya telah menerima surat panggilan pemeriksaan sebagai tersangka dan tidak gentar sedikit pun untuk menghadapi proses hukum di kepolisian. “Kita mau tunjukkan pada publik tidak ada rasa takut sedikitpun terkait status hukum dan pemanggilan dari penyidik ini adalah proses prosedur hukum biasa,” ujar Khozinudin, sebuah pernyataan yang menegaskan keyakinan tim kuasa hukum terhadap posisi hukum klien mereka. Sikap ini kontras dengan harapan sebagian pihak pelapor yang telah mendesak agar Roy Suryo dan rekan-rekannya segera dilakukan penahanan.
Lebih lanjut, Ahmad Khozinudin juga membuka kemungkinan untuk menempuh jalur hukum lain guna melawan penetapan status tersangka tersebut. Ia secara spesifik menyebutkan bahwa timnya masih mempertimbangkan dengan saksama opsi untuk melayangkan gugatan praperadilan.
Langkah praperadilan, jika ditempuh, akan menjadi upaya hukum yang digunakan untuk menguji keabsahan penetapan status tersangka oleh penyidik. “Jika dirasa perlu,” katanya, “pihaknya akan melawan status tersangka tersebut.” Pernyataan ini mengindikasikan bahwa tim kuasa hukum akan terus memantau perkembangan kasus dan mencari celah hukum untuk membela kepentingan kliennya.
Strategi hukum yang dipilih oleh Roy Suryo cs akan menjadi elemen krusial dalam dinamika penanganan kasus ini ke depan, dan potensi gugatan praperadilan jelas akan menambah kompleksitas dan durasi persidangan.
Sebagaimana disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers pada Jumat (7/11), total delapan orang ditetapkan sebagai tersangka. Klaster pertama, yang terdiri dari lima tersangka berinisial **ES, KTR, MRF, RE, dan DHL**, dikenakan pasal berlapis. Jeratan pasal untuk klaster pertama ini mencakup Pasal 310 (Pencemaran Nama Baik) dan/atau Pasal 311 (Fitnah) dan/atau Pasal 160 KUHP (Penghasutan), serta pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yaitu Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat
2. Penggunaan pasal-pasal ini menunjukkan fokus penyidikan pada aspek penghasutan, pencemaran nama baik, serta penyebaran informasi bohong atau yang menimbulkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik.

Sementara itu, terhadap para tersangka klaster kedua, yaitu **RS (Roy Suryo), RHS (Rismon Sianipar), dan TT (dokter Tifa)**, dikenakan jeratan pasal yang lebih luas dan kompleks, mencakup Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1 dan/atau Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1 (terkait manipulasi atau perubahan informasi elektronik) dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat 4 dan/atau Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang ITE. Perbedaan klaster dan jeratan pasal ini mengisyaratkan adanya perbedaan peran signifikan dalam penyebaran tudingan ijazah palsu tersebut.
Klaster kedua, dengan penambahan Pasal 32 dan 35 UU ITE, kemungkinan besar terkait dengan dugaan keterlibatan dalam aspek teknis manipulasi data atau informasi yang digunakan untuk mendukung klaim ijazah palsu, sebuah detail yang akan terungkap lebih lanjut dalam proses penyidikan dan persidangan.
Secara keseluruhan, pemanggilan hari ini bukan hanya sekadar proses administratif, tetapi merupakan babak penting dalam menguji sejauh mana tuduhan serius yang dilontarkan oleh para tersangka dapat dibuktikan atau dipatahkan di mata hukum, sekaligus menjadi barometer penegakan hukum dalam merespons isu-isu yang melibatkan pejabat tinggi negara dan penggunaan media sosial.







