Connect with us

Nasional

Penegasan RSIJ Cempaka Putih Terkait Isu Penolakan Pasien Warga Baduy

Published

on

Jakarta (usmnews) di kutip dari KOMPAS.com Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih secara tegas membantah tudingan yang beredar luas di masyarakat, terutama melalui media sosial, yang menyebutkan bahwa pihak rumah sakit telah menolak merawat Repan, seorang pemuda dari komunitas Baduy yang baru saja menjadi korban kejahatan begal di wilayah Jakarta. Bantahan ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama RSIJ Cempaka Putih, Dr. Pradono Handojo, dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada hari Selasa (11/11), menyikapi pemberitaan negatif yang mencoreng nama baik institusi kesehatan tersebut.

Isu mengenai penolakan perawatan terhadap Repan, yang menderita luka setelah menangkis serangan senjata tajam pelaku begal, menjadi viral dan memicu reaksi publik. Namun, Dr. Pradono Handojo menjelaskan bahwa RSIJ Cempaka Putih telah melakukan klarifikasi dan mendapatkan konfirmasi resmi dari otoritas terkait.

“Tadi pagi dikonfirmasi oleh Ibu Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ibu Ani Rustiwati. Dikatakan bahwa mereka telah melakukan investigasi dan *confirm* bahwa pasien itu **bukan merupakan pasien dari Rumah Sakit Islam Cempaka Putih**,” ujar Dr. Pradono Handojo, mengutip hasil investigasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Pernyataan ini secara mutlak menepis keterlibatan RSIJ Cempaka Putih dalam insiden penolakan yang dikabarkan.

Dr. Pradono juga mengambil kesempatan ini untuk menegaskan kembali komitmen mendasar dan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh RSIJ Cempaka Putih sejak awal pendiriannya. Beliau menekankan bahwa kebijakan rumah sakitnya adalah **tidak pernah menolak pasien dari kalangan manapun** dan dengan kondisi administratif apapun. Komitmen ini tidak hanya berlaku untuk warga lokal, tetapi juga bagi siapa pun yang membutuhkan pertolongan medis.

“Alhamdulillah, kami ingin mengatakan bahwa kami tidak pernah menolak pasien **punya KTP atau tidak punya KTP**. Dari Jakarta Atau dari Tangerang, atau dari Depok Atau dari Bekasi, atau dari tempat yang lain,” tegasnya. Penegasan ini menggarisbawahi bahwa status kependudukan atau asal daerah, baik itu warga Jakarta, penyangga ibu kota, bahkan warga dari daerah terpencil seperti Baduy, tidak pernah menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RSIJ Cempaka Putih.

Lebih lanjut, Direktur Utama RSIJ Cempaka Putih menjelaskan filosofi pendirian rumah sakit yang bersifat **nirlaba**. Ia menjelaskan bahwa RSIJ Cempaka Putih didirikan dengan tujuan utama untuk melayani masyarakat, terutama **kaum dhuafa** atau masyarakat menengah ke bawah. Model operasional ini berbeda secara fundamental dengan rumah sakit yang berorientasi profit, di mana keuntungan finansial (deviden) harus disetorkan kepada pemegang saham setiap tahun.

Dr. Pradono juga memaparkan bagaimana kelebihan dana operasional atau surplus yang dihasilkan oleh rumah sakit selama lima tahun terakhir dialokasikan. Alih-alih dibagikan sebagai deviden, dana tersebut dimanfaatkan kembali untuk kepentingan sosial dan peningkatan kualitas pelayanan.

“Saya sudah 5 tahun di sini, setiap akhir tahun kalau ada surplus, saya tidak pernah diminta untuk menyetorkan kepada pemegang saham. Sebagian dana itu dipakai untuk membeli peralatan baru, sebagian untuk kesejahteraan karyawan dan sebagian untuk dana sosial termasuk untuk orang-orang yang **tidak punya dokumentasi**,” jelasnya. Kebijakan ini menunjukkan kepedulian RSIJ Cempaka Putih terhadap pasien-pasien yang berada dalam kondisi rentan, termasuk mereka yang tidak memiliki identitas resmi, sejalan dengan dugaan masalah yang dihadapi oleh Repan (yang masih berusia 16 tahun dan tidak membawa KTP).

### Kronologi Insiden yang Dialami Repan

Sebelum munculnya bantahan ini, Repan, seorang pemuda berusia 16 tahun yang juga merupakan cucu dari Puun Baduy, dilaporkan menjadi korban begal di daerah Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Saat kejadian, Repan sedang menjajakan madu dagangannya. Ia mengalami luka serius di tangan kiri akibat upaya menangkis serangan celurit yang dilancarkan oleh pelaku. Selain luka fisik, Repan juga mengalami kerugian materiil, kehilangan 10 botol madu dagangan serta uang tunai sebesar Rp3 juta.

Setelah insiden pembegalan, Repan berupaya mencari pertolongan medis ke rumah sakit terdekat untuk mengobati luka di tangannya. Namun, berdasarkan kabar yang beredar, petugas di rumah sakit yang didatangi Repan justru menanyakan KTP dan dokumen pribadi lainnya. Karena Repan tidak dapat menunjukkan kartu identitas (mengingat usianya yang masih 16 tahun), ia disarankan untuk mencari rumah sakit lain yang disebutkan berjarak tidak terlalu jauh.

Repan sempat mengikuti instruksi tersebut, tetapi kemudian memutuskan kembali ke rumah sakit pertama karena kesulitan menemukan lokasi rumah sakit yang dimaksud. Barulah pada kedatangan yang kedua, petugas di rumah sakit tersebut memberikan pertolongan pertama sederhana, berupa pembalutan luka di tangan kiri Repan dengan kain kassa untuk menghentikan pendarahan. Meskipun RSIJ Cempaka Putih telah membantah bahwa insiden penolakan tersebut terjadi di fasilitas mereka, kasus yang menimpa Repan ini telah menyoroti kembali pentingnya akses cepat dan tanpa hambatan terhadap layanan kesehatan darurat bagi seluruh lapisan masyarakat, terlepas dari status kependudukan dan kemampuan finansial mereka.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *