Nasional

pemerintah Dorong BBM campur etanol 10%, ini tantangan dan peluangnya

Published

on

Jakarta (usmnews) di kutip dari sindonews Saat ini, Pemerintah Indonesia tengah merencanakan sebuah langkah strategis untuk mentransformasi sektor energi domestik melalui peningkatan kadar campuran etanol dalam bahan bakar bensin dari level saat ini 3,5 persen menjadi 10 persen, sebuah inisiatif yang dikenal sebagai program E10. Rencana ambisius ini ditargetkan untuk terealisasi dalam kurun waktu tiga tahun ke depan. Kebijakan ini merupakan pilar penting dalam strategi nasional untuk melakukan transisi menuju energi hijau sekaligus memangkas signifikan ketergantungan negara terhadap impor bahan bakar fosil.

Tujuan Utama Program Mandatori E10

Pemerintah memandang program mandatori E10 bukan hanya sekadar penggantian bahan bakar, melainkan sebuah instrumen kebijakan yang memiliki dampak berlipat (multiply effect) pada berbagai aspek. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, langkah ini secara fundamental diarahkan untuk mencapai kemandirian energi nasional dan secara konsisten berkontribusi pada target pengurangan emisi karbon. “Ke depan Indonesia akan kita dorong mandatori menjadi E10. Artinya kita wajibkan memakai etanol 10 persen,” ujar Bahlil dalam sebuah pernyataan pada Rabu (22/10). Pengurangan impor bahan bakar fosil dan emisi karbon menjadi dua tujuan makro yang saling terkait.

\

Manfaat Ekonomi dan Sosial yang Diharapkan

Lebih dari sekadar tujuan lingkungan dan energi, program E10 juga memiliki dimensi ekonomi dan sosial yang kuat. Pemerintah berharap program ini dapat menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi daerah melalui pengembangan sumber energi terbarukan berbasis pertanian. Bioetanol, bahan utama campuran ini, dapat diproduksi dari berbagai komoditas pertanian seperti tebu, jagung, singkong, dan sorgum.

\

Wakil Presiden PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, memberikan dukungan kuat terhadap pandangan ini, menekankan bahwa kebijakan ini adalah peluang besar untuk kesejahteraan petani. Ia membandingkan model ekonomi bahan bakar fosil yang cenderung memperkaya pemilik tambang dengan model bioetanol yang secara langsung akan menguntungkan para petani sebagai produsen bahan baku. “Kalau bensin itu tambang yang memproduksi, jadi yang kaya pemilik tambang. Tapi kalau etanol yang kaya siapa? Petani,” jelas Bob Azam, menyoroti potensi pergeseran kekayaan ke sektor pertanian.

\

Tantangan dan Kesiapan Infrastruktur

Meskipun prospeknya cerah, rencana E10 ini memicu sejumlah kekhawatiran dan pertanyaan di tengah masyarakat, terutama terkait tiga aspek utama: ketersediaan bahan baku, kesiapan mesin kendaraan yang ada, dan potensi dampak pada harga BBM. Pemerintah menyadari betul tantangan ini dan memastikan bahwa kebijakan ini dirancang secara matang untuk mencegah munculnya beban tambahan bagi masyarakat.

\

Terkait kesiapan implementasi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa kebijakan pencampuran bahan bakar nabati sebenarnya telah berjalan sejak tahun 2008 dan diperkuat melalui Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2023. Saat ini, program ini sedang berada pada tahap uji pasar (trial market) E5 dan akan ditingkatkan secara bertahap menuju E10.

\

Namun, terdapat kesenjangan signifikan antara kapasitas produksi bioetanol saat ini dengan kebutuhan untuk mandatori E10. Saat ini, Indonesia memiliki 13 perusahaan yang mampu memproduksi bioetanol, namun baru tiga di antaranya yang siap untuk memasok kebutuhan bahan bakar. Produksi gabungan dari tiga perusahaan ini baru mencapai 63 ribu kiloliter per tahun. Untuk mendukung penuh mandatori E10, kapasitas produksi nasional harus ditingkatkan hingga mencapai 400 ribu kiloliter per tahun. Untuk mengatasi kekurangan ini, Pemerintah telah menetapkan target agresif: membangun antara 18 hingga 20 pabrik bioetanol baru dalam tiga tahun ke depan. Pembangunan pabrik-pabrik ini tidak hanya akan memenuhi kebutuhan nasional tetapi juga berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja lokal.

\

Dukungan dari industri otomotif, seperti yang ditunjukkan oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), memberikan sinyal positif mengenai kesiapan teknologi kendaraan dalam mengakomodasi bahan bakar berbasis etanol. Secara keseluruhan, program E10 merepresentasikan komitmen kuat Pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan potensi pertanian domestik sebagai fondasi bagi ketahanan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, meskipun tantangan besar terkait peningkatan kapasitas produksi dan infrastruktur harus diatasi.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version