Nasional
Pasca Insiden SMAN 72, Presiden Prabowo Sinyalkan Pembatasan Game online

Semarang(Usmnews)– Dikutip dari cnnindonesia.com Elaborasi Wacana Pembatasan Game Online Pasca Insiden SMAN 72 JakartaSebuah diskursus kebijakan yang signifikan kini tengah mengemuka di tingkat nasional, berpusat pada potensi regulasi dan pembatasan akses terhadap game online di Indonesia. Wacana ini mencuat ke permukaan dan menjadi sorotan publik menyusul terjadinya sebuah insiden ledakan yang dilaporkan terjadi di lingkungan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 72 Jakarta. Peristiwa yang mengkhawatirkan ini tampaknya telah memicu respons serius dari pucuk pimpinan negara.

Presiden Prabowo Subianto dikabarkan telah memberikan sinyal atau membuka kemungkinan untuk meninjau ulang kebijakan terkait peredaran game online di tanah air. Langkah ini diindikasikan sebagai salah satu bentuk “upaya preventif”. Meskipun pernyataan tersebut belum merinci korelasi langsung antara insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta dengan aktivitas game online, penggunaan istilah “preventif” menyiratkan adanya kekhawatiran di kalangan pemerintah bahwa platform digital tersebut mungkin memiliki dampak atau kerentanan yang perlu segera ditangani untuk mencegah terulangnya kejadian serupa atau munculnya ancaman keamanan lainnya.
Pernyataan Presiden ini memicu berbagai spekulasi mengenai bentuk “pembatasan” yang mungkin akan diterapkan. Opsi kebijakan bisa sangat bervariasi, mulai dari langkah yang relatif ringan seperti pengetatan verifikasi usia untuk game dengan rating dewasa, hingga langkah yang lebih ketat seperti pemberlakuan batas waktu (jam bermain) harian, khususnya bagi pengguna di bawah umur.
Dalam skenario yang lebih ekstrem, pemerintah bisa jadi mempertimbangkan pemblokiran total terhadap judul-judul game tertentu yang dianggap memiliki konten berbahaya, memuat unsur kekerasan eksplisit, perjudian, atau teridentifikasi sebagai platform penyebaran ideologi radikal dan ekstremisme.Wacana ini tak pelak akan membelah opini publik dan memicu debat yang intensif di antara berbagai pemangku kepentingan.
Di satu sisi, kelompok yang mendukung pembatasan—kemungkinan besar terdiri dari kalangan orang tua, pemerhati pendidikan, dan aktivis perlindungan anak—akan melihat ini sebagai langkah yang perlu dan mendesak. Mereka mungkin akan menyoroti dampak negatif game online yang telah lama dikhawatirkan, seperti potensi kecanduan, gangguan kesehatan mental, paparan terhadap perundungan siber (cyberbullying), serta menurunnya prestasi akademik.

Insiden di SMAN 72 Jakarta, apa pun penyebabnya, dapat dijadikan momentum untuk mendesak negara agar lebih hadir dalam melindungi generasi muda dari konten digital yang berisiko.Di sisi lain, penolakan signifikan diprediksi akan datang dari komunitas gamer, pengembang game, dan para pelaku industri ekonomi kreatif, termasuk ekosistem e-sports yang sedang berkembang pesat di Indonesia.
Mereka akan berargumen bahwa pembatasan yang bersifat pukul rata (blanket policy) tidak hanya akan merugikan industri yang berkontribusi pada ekonomi nasional, tetapi juga berpotensi mematikan inovasi dan kreativitas. Para pelaku industri ini kemungkinan akan mengadvokasi solusi alternatif, seperti penguatan literasi digital, peningkatan peran pengawasan orang tua, dan penerapan sistem rating konten yang lebih efektif, alih-alih pelarangan atau pembatasan yang kaku.
Pada akhirnya, sinyal yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto ini menandakan bahwa isu dampak game online telah naik ke level perhatian tertinggi. Langkah selanjutnya kemungkinan besar akan melibatkan kajian mendalam dari kementerian terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta dialog publik untuk menimbang secara cermat antara urgensi keamanan dan pencegahan risiko dengan perlindungan terhadap iklim industri digital dan kebebasan berekspresi.







