Nasional
Pandji Pragiwaksono Minta Maaf kepada Masyarakat Toraja atas Lawakan Rambu Solo

Semarang (usmnews) – dikutip dari detik.com Komedian senior Indonesia, Pandji Pragiwaksono, telah secara terbuka menyampaikan permohonan maafnya kepada seluruh elemen masyarakat Toraja. Permintaan maaf ini dilatarbelakangi oleh materi komedi yang pernah ia bawakan dalam sebuah pertunjukan spesial bertajuk “Mesakke Bangsaku” pada tahun 2013.
Pemicu dari gelombang protes baru ini adalah viralnya kembali sebuah klip video dari pertunjukan tersebut. Dalam video itu, Pandji terlihat membawakan materi stand-up yang menjadikan tradisi upacara pemakaman Rambu Solo, sebuah ritus yang memiliki nilai kesakralan tinggi bagi masyarakat Toraja, sebagai objek lawakan.
Menanggapi situasi yang berkembang, Pandji Pragiwaksono menggunakan platform media sosial pribadinya, khususnya Instagram, untuk mengunggah pernyataan maaf secara resmi. Dalam pernyataannya, ia secara jujur mengakui kesalahannya dan mengungkapkan rasa penyesalan yang mendalam atas tindakannya di masa lalu.
Pandji menulis bahwa ia sepenuhnya sadar akan protes dan kemarahan yang datang dari masyarakat Toraja selama beberapa hari terakhir, yang dipicu oleh lawakan tahun 2013 tersebut. Ia menegaskan bahwa ia telah membaca dan menerima semua bentuk protes serta surat-surat keberatan yang ditujukan kepadanya.Lebih jauh, komika berusia 46 tahun itu mengungkapkan bahwa ia telah mengambil langkah proaktif dengan terlibat dalam dialog bersama Rukka Sombolinggi, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Melalui percakapan tersebut, Pandji mengaku mendapatkan pencerahan dan kesadaran baru. Ia menyadari betapa dalam dan kayanya makna serta nilai budaya Toraja yang telah ia gunakan secara tidak pantas sebagai bahan candaan. “Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant (abai),” ucap Pandji.
Atas dasar keinsafan inilah, ia kembali menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang merasa tersinggung dan terluka oleh materi komedinya. Pandji Pragiwaksono juga menunjukkan keseriusan dan komitmennya untuk bertanggung jawab penuh atas perbuatannya, tidak hanya secara moral tetapi juga secara hukum. Ia menjelaskan bahwa saat ini ada dua proses hukum yang sedang berjalan secara paralel.
Pertama adalah proses hukum negara, yang timbul akibat adanya laporan resmi ke pihak kepolisian. Kedua adalah proses hukum adat. Berdasarkan hasil pembicaraannya dengan Rukka Sombolinggi, Pandji memahami bahwa penyelesaian masalah melalui jalur adat mengharuskan proses tersebut dilaksanakan secara langsung di Toraja.
Menyikapi hal ini, Pandji Pragiwaksono dengan tegas menyatakan kesediaannya untuk difasilitasi. Ia siap untuk bertemu dengan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja demi menjalani proses penyelesaian secara adat.
Meski demikian, ia juga tetap akan menghormati proses hukum negara yang sedang berlangsung, terutama jika proses pertemuan adat tersebut menghadapi kendala dari segi waktu.Di bagian akhir pernyataannya, Pandji merefleksikan kejadian ini sebagai sebuah pelajaran penting.
Ia berharap insiden ini tidak menyurutkan niat para komika di Indonesia untuk mengangkat isu keragaman budaya, namun ia menekankan pentingnya pendekatan yang lebih bijak dan berhati-hati. Ia menutup dengan pesan bahwa yang terpenting bukanlah berhenti membicarakan isu sensitif seperti SARA, melainkan bagaimana cara membicarakannya tanpa ada unsur merendahkan atau menjelek-jelekkan.







