Business
Ombudsman Temukan Ada Yayasan MBG Terafiliasi Politik
Ombudsman RI Ungkap Potensi Afiliasi Politik dan Konflik Kepentingan dalam Program MBGOmbudsman RI telah menyuarakan kekhawatiran serius terkait pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), khususnya mengenai potensi adanya afiliasi politik yang melibatkan sejumlah yayasan pelaksana. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menegaskan bahwa kondisi ini berisiko tinggi memicu konflik kepentingan dan membuka lebar peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam program berskala nasional tersebut.
Dalam konferensi pers di Jakarta Pusat pada Selasa (30/9), Yeka menjelaskan bahwa afiliasi yayasan dengan jejaring politik ini menjadi pengingat kritis bahwa program yang bertujuan memperbaiki gizi masyarakat harus dijalankan dengan standar transparansi, keadilan, dan bebas intervensi politik. Meskipun Ombudsman tidak merinci yayasan atau daerah mana yang terindikasi, temuan ini menunjukkan adanya kekhawatiran bahwa orientasi program dapat bergeser dari tujuan utamanya, yaitu perbaikan gizi, ke arah kepentingan politik yang lebih sempit.
Carut-Marut Penetapan Mitra dan Ancaman Maladministrasi StrukturalIsu afiliasi politik ini muncul bersamaan dengan berbagai masalah dalam proses penetapan mitra yayasan dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum MBG. Dari total 60.500 yayasan yang mendaftar, masih ada 9.632 yayasan yang hingga kini belum mendapatkan kepastian status. Ketiadaan standar waktu pelayanan dan verifikasi yang berlarut-larut telah menurunkan kepastian hukum bagi para pendaftar.
Ombudsman memperingatkan bahwa jika potensi keterkaitan yayasan dengan jejaring kekuasaan ini tidak diantisipasi sejak dini—melalui regulasi yang jelas, mekanisme seleksi yang transparan, dan pengawasan independen—kondisi ini dapat melahirkan maladministrasi struktural. Maladministrasi semacam ini dinilai dapat secara serius menghambat efektivitas dan keberhasilan program MBG secara keseluruhan, sekaligus berpotensi memicu kemarahan publik.
Delapan Masalah Utama dalam Penyelenggaraan MBGDalam kajiannya, Ombudsman RI secara komprehensif merinci delapan masalah utama yang mengganggu penyelenggaraan program MBG di lapangan, menuntut penguatan tata kelola sebagai langkah krusial agar program tidak keluar jalur:
Kesenjangan Target dan Realisasi: Adanya perbedaan signifikan antara target capaian program yang ditetapkan dengan realisasi di lapangan.
Keracunan Massal: Maraknya kasus keracunan makanan di berbagai daerah, yang mengindikasikan masalah serius pada kualitas dan keamanan pangan.
Permasalahan Penetapan Mitra: Proses penetapan yayasan mitra dan SPPG yang belum transparan dan rawan menimbulkan konflik kepentingan.
Keterbatasan SDM: Isu terkait penataan dan keterbatasan sumber daya manusia, termasuk keterlambatan pembayaran honorarium serta beban kerja yang berlebihan pada guru dan relawan
.Ketidaksesuaian Mutu Bahan Baku: Belum adanya standar acceptance quality limit yang tegas, menyebabkan mutu bahan baku tidak konsisten.
Pengolahan Makanan Tidak Konsisten: Penerapan standar pengolahan dan higienitas makanan di dapur umum yang belum seragam di semua wilayah.
Distribusi Belum Tertib: Proses distribusi makanan yang masih kacau dan sering membebani guru di sekolah untuk terlibat dalam urusan logistik.
Sistem Pengawasan Reaktif: Sistem pengawasan yang belum terintegrasi, cenderung bersifat reaktif (menunggu masalah terjadi), dan belum sepenuhnya berbasis data atau preventif.Alat