Connect with us

Blog

Nilai Ekonomi Mangrove dan Terumbu Karang Gili Matra Lombok Capai Rp 50 M Per Tahun

Published

on

Lombok (usmnews) – Dikutip dari Kompas.com, Valuasi lingkungan atau nilai sumber daya alam dari ekosistem pesisir Indonesia memiliki nilai ekonomi yang sangat besar, namun sering diabaikan. Sebagai contoh, ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang di Gili Matra, Lombok, NTB, memiliki valuasi hingga Rp 50 miliar per tahun. Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan UI, Mahawan Karuniasa, menyebut nilai konservatif ini setara Rp 15 juta per hektare, dengan potensi mencapai lebih dari Rp 50 juta per hektare.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekonomi lautan Indonesia telah mencapai 28 persen dari total ekonomi nasional. Karuniasa menekankan, “kalau kita tidak jaga laut, kita sama saja tidak menjaga ekonomi kita.” Sayangnya, tata kelola lingkungan di Indonesia masih terlalu berorientasi pada area darat (terestrial), sehingga potensi besar dari sektor kelautan terabaikan.

Mahawan Karuniasa menyerukan perlunya sistem ekonomi baru yang mengintegrasikan nilai-nilai laut yang selama ini dianggap sebagai eksternalitas (dampak yang dilupakan). Hal ini harus didukung oleh pendekatan etika dan budaya dalam menjaga laut. Selain itu, Indonesia perlu mengadopsi instrumen keuangan berbasis alam, seperti biodiversity credit, yang sejalan dengan target global menjaga 30 persen daratan dan 30 persen lautan untuk keanekaragaman hayati. Instrumen ini penting karena ekonomi lingkungan saat ini masih terlalu berbasis pada kelas ekonomi pasar, sehingga butuh sistem yang secara nyata mendorong restorasi dan konservasi untuk mengatasi penurunan drastis keanekaragaman hayati sejak tahun 1970-an.

Ancaman terhadap ekosistem pesisir semakin nyata. Ade Wiguna, Ketua Tim Kerja Perencanaan Strategis dan Lintas Sektor KKP, menyatakan bahwa luasan ekosistem mangrove dan padang lamun terus menurun. Indonesia memiliki 3,4 juta hektare mangrove dengan estimasi cadangan karbon 887 juta ton dan 1,28 juta ha lamun dengan cadangan karbon sekitar 190 juta ton. Namun, antara tahun 1980 hingga 2000, tercatat sekitar 52.000 hektare mangrove hilang per tahun, sebagian besar akibat konversi menjadi tambak. Dalam 10 tahun terakhir, 10 persen luas padang lamun juga terdegradasi.

Degradasi ini dipicu oleh limbah, industri, plastik, aktivitas tambang yang menyebabkan sedimentasi, serta konflik kepentingan pemanfaatan ruang pesisir, seperti pengalihfungsian kawasan mangrove menjadi tambak. Tantangan lainnya mencakup rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga ekosistem karbon biru, serta masalah tata kelola dan regulasi terkait skema perdagangan karbon biru, yang masih terkendala oleh pendanaan dan kelengkapan data.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *