Education
Mewaspadai Sudden Cardiac Death: Ketika Olahraga Berujung Petaka

Semarang (usmnews) – Dikutip dari detikhealth Olahraga dikenal luas sebagai aktivitas yang menyehatkan tubuh. Namun, terdapat fenomena medis yang mengkhawatirkan di mana aktivitas fisik justru menjadi pemicu fatalitas, yakni henti jantung mendadak atau yang dikenal secara medis sebagai Sudden Cardiac Death (SCD). Fenomena ini sering kali mengejutkan karena menyerang individu yang secara fisik tampak bugar dan sehat.Dr. Budi Ario Tejo, SpJP-FIHA, seorang Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dari Siloam Hospitals TB Simatupang, menyoroti bahwa penyebab utama di balik kasus kematian mendadak saat berolahraga bukanlah serangan jantung koroner biasa, melainkan gangguan pada sistem kelistrikan jantung atau aritmia. Aritmia: Pembunuh Senyap Tanpa Pandang Usia, dalam keterangannya di Jakarta Barat, Dr. Budi menjelaskan bahwa gangguan irama jantung (aritmia) sering kali tidak terdeteksi secara kasat mata. “Ini bisa terjadi pada orang yang kelihatannya sehat,” ujarnya. Pernyataan ini menegaskan bahwa postur tubuh yang atletis tidak menjamin seseorang bebas dari risiko gangguan jantung.
Lebih jauh lagi, Dr. Budi mematahkan mitos bahwa penyakit jantung hanya menyerang kaum lanjut usia. Data klinis menunjukkan bahwa gangguan irama jantung bersifat lintas generasi. Beliau mengungkapkan bahwa pasien yang mengalami kondisi ini berasal dari berbagai rentang usia, mulai dari remaja berusia 18 tahun hingga mereka yang berada di usia produktif. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kelistrikan jantung dapat mengalami masalah tanpa “mengenal usia”. Faktor Risiko: Dari Genetika hingga Gaya Hidup. Pemicu aritmia dan henti jantung sangat beragam. Selain faktor kelainan bawaan (genetik) yang mungkin sudah ada sejak lahir, faktor gaya hidup modern memegang peranan besar dalam meningkatkan risiko. Gaya hidup sedentary (kurang gerak), tingkat stres yang tinggi, serta kebiasaan buruk lainnya menjadi katalisator bagi munculnya gangguan kardiovaskular ini.

Teknologi sebagai Alat Deteksi Dini. Mengingat sifatnya yang sering muncul tiba-tiba, deteksi dini menjadi kunci keselamatan. Dr. Budi sangat menyarankan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan jantung secara berkala.Namun, di era digital ini, beliau juga merekomendasikan pemanfaatan teknologi wearable sebagai langkah pemantauan mandiri. Penggunaan perangkat pintar seperti smartwatch, smartring, atau smartband dinilai sangat membantu. “Smartwatch boleh banget, itu bisa memantau irama jantung kita normal atau tidak,” jelas Dr. Budi. Perangkat ini dapat berfungsi sebagai “alarm” awal jika terdeteksi adanya anomali pada detak jantung saat beraktivitas maupun saat istirahat. Penanganan dan Pencegahan bagi Generasi Muda, kabar baiknya, aritmia bukanlah kondisi tanpa solusi. Dr. Budi menegaskan bahwa jika sumber gangguan listrik pada jantung dapat ditemukan, kondisi ini dapat ditangani secara medis.
Namun, beliau menekankan bahwa pencegahan jauh lebih baik daripada pengobatan, terutama bagi anak muda yang sering merasa tubuhnya “kebal” penyakit.Untuk menjaga kestabilan irama jantung dan meminimalisir risiko kematian mendadak, Dr. Budi memberikan panduan gaya hidup sehat yang sederhana namun krusial, khususnya bagi generasi muda:Lawan Rasa Malas: Hindari gaya hidup mager (malas gerak) dan pastikan rutin berolahraga. Manajemen Stres: Kelola tekanan mental dengan baik, karena stres dapat memicu ketidakteraturan detak jantung.Hindari Toksin: Jauhi rokok maupun rokok elektrik (vape), karena zat di dalamnya berdampak buruk pada kesehatan pembuluh darah dan jantung. Istirahat Berkualitas: Pastikan tubuh mendapatkan waktu tidur yang cukup untuk pemulihan.Dengan menerapkan langkah-langkah preventif ini dan memanfaatkan teknologi untuk pemantauan, risiko henti jantung mendadak yang sering kali muncul tanpa peringatan dapat ditekan secara signifikan.







