Lifestyle

Menjaga Ketajaman: 8 “Dosa Besar” yang Kerap Memperpendek Umur Pisau Dapur

Published

on

Semarang (usmnews) -Dikutip dari CNBCIndonesia.com Pisau dapur sering disebut sebagai “jiwa” bagi seorang koki, baik profesional maupun juru masak rumahan. Memiliki pisau yang tajam bukan sekadar soal kemudahan memotong, melainkan juga soal keselamatan. Pisau yang tumpul justru lebih berbahaya karena membutuhkan tenaga tekan yang lebih besar, meningkatkan risiko meleset dan melukai jari. Sayangnya, banyak orang yang membeli pisau mahal namun tidak menyadari bahwa kebiasaan sehari-hari mereka justru merusak investasi tersebut secara perlahan.

Berdasarkan wawasan kuliner dan metalurgi sederhana, berikut adalah penjabaran mendalam mengenai 8 kesalahan umum yang membuat pisau cepat rusak, tumpul, bahkan berkarat:

1. Mencuci Pisau di Mesin Pencuci Piring (Dishwasher)

Kemudahan teknologi sering kali menjadi musuh bagi peralatan manual yang presisi. Memasukkan pisau ke dalam dishwasher adalah kesalahan fatal nomor satu.

  • Suhu Ekstrem: Siklus pencucian menggunakan air panas dan uap suhu tinggi. Panas ini dapat memuaikan logam dan merusak gagang pisau, terutama yang terbuat dari kayu atau resin, menyebabkan keretakan atau kelonggaran.
  • Benturan: Tekanan air yang kuat dapat membenturkan mata pisau dengan piring, gelas, atau sendok garpu lain, menyebabkan chipping (somplak kecil) pada mata pisau yang halus.
  • Kimia Keras: Deterjen mesin pencuci piring umumnya bersifat abrasif dan korosif, yang dapat mengikis ketajaman baja.

2. Salah Memilih Alas Potong (Talenan)

Permukaan tempat Anda memotong sama pentingnya dengan pisau itu sendiri. Banyak dapur modern menggunakan talenan berbahan kaca, keramik, marmer, atau granit karena alasan estetika dan kemudahan pembersihan. Secara teknis, material-material ini memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada baja pisau. Akibatnya, setiap kali pisau menyentuh alas tersebut, mata pisau akan “kalah” dan melengkung tumpul. Selalu gunakan talenan berbahan kayu, bambu, atau plastik berkualitas yang lebih lunak dan “memaafkan” mata pisau.

3. “Sindrom Laci Berantakan”

Menyimpan pisau begitu saja di dalam laci bersama tumpukan sendok, garpu, pembuka kaleng, dan alat dapur lainnya adalah resep kehancuran. Setiap kali laci dibuka atau ditutup, terjadi gesekan antar logam yang merusak ketajaman mikro pada bilah pisau. Selain itu, merogoh laci yang penuh benda tajam sangat berbahaya bagi tangan Anda. Solusinya, gunakan blok pisau (knife block), bilah magnet dinding, atau setidaknya sarung pelindung (sheath) jika harus disimpan di laci.

4. Teknik Menyeret yang Salah (Scraping)

Ini adalah kebiasaan refleks yang paling umum: setelah mencincang bawang atau sayuran, kita sering menyeret tumpukan potongan tersebut menggunakan sisi tajam pisau untuk memindahkannya ke wajan. Gerakan menyeret ini memberikan tekanan lateral (samping) pada mata pisau yang sangat tipis. Hal ini menyebabkan mata pisau melengkung (roll over) dan tumpul seketika. Biasakanlah membalik pisau dan gunakan bagian punggung pisau (sisi tumpul yang tebal) untuk menggeser bahan makanan.

5. Membiarkan Pisau Kotor atau Basah

Istilah stainless steel (baja tahan karat) sering disalahartikan sebagai “anti-karat total”. Padahal, artinya adalah “lebih tahan terhadap noda”. Jika pisau dibiarkan kotor, terutama setelah memotong bahan asam (seperti jeruk nipis, tomat, atau bawang), asam tersebut akan memicu korosi. Demikian juga jika pisau dibiarkan terendam air di bak cuci; kelembapan berlebih akan memicu munculnya bintik karat (pitting). Selalu cuci tangan pisau segera setelah dipakai dan keringkan dengan lap.

6. Memotong Benda yang Terlalu Keras

Pisau koki (chef’s knife) didesain untuk mengiris (slicing), bukan untuk menghantam (chopping berat). Memaksa pisau biasa untuk memotong tulang ayam, daging beku, atau kulit labu yang sangat keras dapat menyebabkan mata pisau patah atau rompal parah. Untuk tugas berat tersebut, gunakanlah pisau khusus seperti golok daging (cleaver) yang memiliki sudut asah lebih lebar dan baja lebih tebal.

7. Penggunaan Alat Pembersih Abrasif

Saat mencuci pisau, hindari menggunakan sabut kawat (wol baja) atau sisi hijau spons yang sangat kasar. Gesekan kasar ini dapat meninggalkan goresan permanen pada permukaan bilah pisau. Goresan ini tidak hanya merusak estetika, tetapi juga menjadi tempat bersarangnya bakteri dan titik awal korosi. Cukup gunakan spons lembut dan sabun cuci piring cair ringan.

8. Mengabaikan Perawatan Rutin (Honing vs Sharpening)

Banyak orang menunggu pisau benar-benar tumpul baru bertindak. Padahal, perawatan pisau terdiri dari dua tahap:

  • Honing (Menyelaraskan): Menggunakan stik baja (honing rod) secara rutin (bisa setiap kali sebelum masak) untuk meluruskan kembali mata pisau yang bengkok mikroskopis.
  • Sharpening (Mengasah): Menggunakan batu asah untuk menggerinda logam dan membentuk mata pisau baru, yang dilakukan sesekali (misalnya 6 bulan sekali). Mengabaikan honing akan membuat pisau cepat terasa tumpul meskipun sebenarnya hanya “bengkok” sedikit pada level mikroskopis.

Kesimpulan

Merawat pisau dapur membutuhkan kedisiplinan kecil yang berdampak besar. Dengan menghindari delapan kesalahan di atas, Anda tidak hanya menghemat uang karena tidak perlu sering membeli pisau baru, tetapi juga menjamin pengalaman memasak yang lebih menyenangkan, cepat, dan aman setiap harinya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version