Lifestyle
Memahami Fenomena Sugar Rush: Antara Lonjakan Energi Sesaat dan Batas Aman Konsumsi Gula Harian
Semarang (usmnews) – Dikutip Merdeka.com Istilah sugar rush sering kali terdengar ketika kita membicarakan perilaku anak-anak atau bahkan orang dewasa setelah menyantap makanan manis dalam jumlah besar. Secara umum, sugar rush digambarkan sebagai kondisi di mana seseorang tiba-tiba menjadi sangat aktif, energik, bahkan cenderung hiperaktif setelah mengonsumsi gula. Fenomena ini memicu perdebatan panjang di dunia kesehatan, apakah lonjakan perilaku tersebut benar-benar disebabkan oleh reaksi kimia gula dalam tubuh atau sekadar sugesti psikologis.
Secara medis, ketika seseorang mengonsumsi karbohidrat sederhana atau gula, kadar glukosa dalam darah akan meningkat dengan cepat. Tubuh merespons hal ini dengan melepaskan hormon insulin untuk mengolah gula tersebut menjadi energi. Namun, sensasi “bertenaga” ini biasanya hanya bertahan sebentar. Setelah lonjakan tersebut, tubuh sering kali mengalami fase sugar crash, yaitu kondisi di mana kadar gula darah turun drastis, menyebabkan rasa lemas, pusing, hingga perubahan suasana hati menjadi mudah marah atau gelisah.
Meskipun banyak orang tua merasa anak mereka menjadi sulit dikendalikan setelah makan cokelat atau permen, beberapa penelitian ilmiah justru menunjukkan hasil yang beragam. Sebagian ahli berpendapat bahwa perilaku hiperaktif tersebut mungkin lebih dipengaruhi oleh lingkungan tempat makanan manis itu dikonsumsi, misalnya saat pesta ulang tahun atau hari raya, di mana suasana memang sudah meriah. Namun demikian, para ahli kesehatan sepakat bahwa konsumsi gula yang berlebihan tetap membawa dampak buruk jangka panjang, terlepas dari apakah sugar rush itu nyata atau hanya mitos.
Untuk menjaga kesehatan dan menghindari risiko penyakit seperti obesitas, diabetes melitus tipe 2, dan karies gigi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan pedoman asupan gula harian. Bagi orang dewasa, batas aman konsumsi gula adalah maksimal 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan per hari. Sementara untuk anak-anak, jumlahnya harus jauh lebih sedikit, tergantung pada usia dan kebutuhan kalori mereka.
Langkah pencegahan yang paling efektif adalah dengan mulai memperhatikan label informasi nilai gizi pada kemasan produk makanan dan minuman. Banyak orang tidak menyadari bahwa minuman kemasan, saus, dan camilan olahan sering kali mengandung “gula tersembunyi” dalam jumlah tinggi. Dengan membatasi asupan pemanis tambahan dan beralih ke sumber energi yang lebih stabil seperti buah-buahan segar atau karbohidrat kompleks, kita dapat menjaga kestabilan energi tubuh tanpa harus mengalami efek buru