Tech
Megawati Sebut AI Cenderung Merusak dan Tak Bisa Gantikan Otak Manusia

Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNBC Indonesia Di tengah adopsi kecerdasan buatan (AI) yang semakin meluas dan masif, baik untuk kebutuhan profesional di dunia kerja maupun untuk aktivitas sehari-hari, muncul sebuah peringatan signifikan dari Presiden ke-5 Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Beliau secara khusus berpesan kepada generasi muda Indonesia agar tidak bersikap berlebihan atau “tergila-gila” terhadap kemajuan teknologi tersebut.
Dalam pidatonya di sebuah seminar internasional yang diadakan untuk memperingati 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Perpustakaan Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Megawati menekankan kekhawatirannya bahwa kecanggihan AI berpotensi mengikis atau bahkan menghilangkan rasa kemanusiaan.Megawati menyampaikan argumen filosofis bahwa AI, secanggih apa pun, tidak akan pernah bisa menggantikan kapabilitas manusia yang sesungguhnya. Ia menegaskan bahwa kemampuan manusia, terutama otak dan pikiran, adalah anugerah langsung dari Tuhan yang tidak dapat ditiru atau digantikan oleh teknologi.

“Jadi saya bilang begini, menyimpang sedikit, supaya semua itu jangan terperangah melihat AI, AI, AI. Saya bilang kok jadi lupa ya, the best mind for me is my brain because this is from The God. Jadi enggak bisa digantikan,” ujar Megawati, sebagaimana dikutip oleh Detik.com pada Rabu (5/11/2025). Ia bahkan menambahkan bahwa AI “bukan mainan saya,” mengindikasikan sikap skeptisnya.Beliau juga menyoroti potensi negatif dari teknologi ini.
Menurutnya, saat ini ia melihat adanya kecenderungan bahwa AI lebih banyak mengarah pada “sesuatu yang bisa merusak.” Megawati juga mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan (keilmuan) itu sendiri memiliki batasan.Oleh karena itu, ia kembali menegaskan pesannya agar anak-anak muda tidak terlalu terbuai oleh pesona AI. Alasan utamanya adalah keyakinan bahwa teknologi tidak akan pernah bisa menggantikan esensi manusia, terutama ‘feeling’ atau perasaan dan nurani, yang ia yakini datangnya dari Allah SWT. “Saya belum pernah dengar loh, tetap manusia yang harus membetulkan robot,” katanya, memberikan contoh praktis bahwa teknologi masih bergantung pada intervensi manusia. Ia mengimbau agar masyarakat tidak “terlalu melambung ke udara” dalam memandang AI, demi menjaga nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih lanjut, Megawati memperluas konteks diskusinya ke ranah geopolitik. Ia berpendapat bahwa bentuk penjajahan telah berevolusi. Jika di masa lalu kolonialisme hadir dalam bentuk fisik “dengan meriam dan kapal perang,” kini penjajahan datang “melalui algoritma dan data,” serta melalui kendali ekonomi dan teknologi digital.Megawati secara tegas menyatakan bahwa kemunculan artificial intelligence, big data, dan sistem keuangan digital lintas data telah melahirkan apa yang disebutnya sebagai “neo-kolonialisme digital” atau kolonialisme gaya baru. Ia menyoroti potensi teknologi-teknologi ini untuk disalahgunakan yang pada akhirnya dapat sangat merugikan umat manusia.







