Tech
Ledakan AI Picu Lonjakan Harga Konsol Game Global Tahun 2026
Semarang (usmnews) – Dikutip dari cnnindonesia.com Industri video game global tengah menghadapi ancaman serius yang diperkirakan akan memukul dompet konsumen pada tahun 2026. Harga konsol generasi terbaru, seperti PlayStation 5 dan penerus Nintendo Switch (Switch 2), diprediksi akan mengalami lonjakan signifikan. Penyebab utama dari fenomena ini bukanlah masalah internal industri game semata, melainkan efek domino dari ledakan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) yang memicu krisis pasokan chip memori secara global.
Akar Masalah: Pergeseran Prioritas ke Infrastruktur AI
Jantung permasalahan ini terletak pada komponen Dynamic Random Access Memory (DRAM). DRAM adalah komponen vital yang memungkinkan konsol game memuat data dengan cepat, menjaga kestabilan frame rate, dan memastikan performa permainan yang optimal. Namun, saat ini permintaan terhadap DRAM telah jauh melampaui pasokan yang tersedia.
Pemicunya adalah sektor teknologi yang sedang berlomba-lomba membangun infrastruktur AI. Karena permintaan infrastruktur AI sangat tinggi dan menawarkan margin keuntungan yang lebih tebal, para produsen chip memori kini lebih memprioritaskan pembuatan chip untuk pusat data (data center) ketimbang untuk perangkat konsumen biasa. Akibatnya, pasokan chip untuk konsol game dan PC menjadi semakin langka dan mahal.
Salah satu indikator nyata dari pergeseran ini adalah langkah Micron, sebuah perusahaan raksasa semikonduktor, yang memutuskan untuk menghentikan produksi merek “Crucial”. Padahal, merek ini telah lama menjadi andalan bagi para perakit PC dan penggemar teknologi. Keputusan ini mempertegas bahwa pasar konsumer sedang “dikorbankan” demi memenuhi kebutuhan industri AI.
Dampak Ekonomi: Margin Tipis dan Kenaikan Harga
Para analis industri memperingatkan bahwa produsen konsol, yang biasanya menjual perangkat keras dengan margin keuntungan yang sangat tipis, tidak akan mampu menanggung lonjakan biaya komponen ini sendirian. Mau tidak mau, biaya tersebut akan dibebankan kepada konsumen. Situasi ini semakin diperparah oleh tekanan yang sudah ada sebelumnya, seperti kebijakan tarif impor dan daya beli konsumen yang sedang melemah.
Beberapa produsen perangkat keras bahkan sudah mulai mengambil ancang-ancang:
CyberPowerPC (produsen PC high-end) telah mengumumkan kenaikan harga pada akhir bulan lalu.
Dell Technologies dan Lenovo China dilaporkan sedang menyusun rencana serupa untuk menaikkan harga produk mereka.
Joost van Dreunen, seorang profesor yang mendalami bisnis game di Stern School of Business, NYU, memberikan analisis yang cukup suram. Ia menjelaskan bahwa karena memori menyumbang sekitar seperlima (20%) dari total biaya komponen PC, kenaikan harga chip ini akan sangat memukul produsen.
”Harga eceran konsol game berpotensi naik lagi sebesar 10% hingga 15% dalam satu atau dua tahun ke depan. Sementara itu, harga PC gaming bisa melonjak lebih drastis hingga 30% seiring dengan kenaikan harga memori yang memuncak pada tahun 2026,” ungkap van Dreunen.
Data Pasar dan Proyeksi Suram
Lembaga riset pasar turut memberikan data yang memperkuat prediksi pesimis ini:
Counterpoint Research memperkirakan harga memori akan naik 30% pada kuartal terakhir 2025, dan berpotensi naik lagi 20% pada awal tahun berikutnya.
TrendForce telah merevisi target pertumbuhan pasar konsol tahun ini menjadi hanya 5,8% (turun dari 9,7%). Lebih buruk lagi, mereka memprediksi penurunan pasar sebesar 4,4% pada tahun 2026.
Circana mencatat bahwa pengeluaran untuk perangkat gaming jatuh 27% pada bulan lalu. Penjualan unit bahkan menyentuh titik terendah sejak tahun 1995, sebuah rekor buruk yang dipicu oleh harga rata-rata perangkat yang mencapai level tertinggi.
Meskipun raksasa seperti Sony biasanya memiliki strategi mitigasi dengan mengamankan stok komponen jauh-jauh hari atau memperpanjang siklus hidup konsol, tekanan biaya produksi akibat tarif dan komponen mahal tetap sulit dihindari. Saat ini saja, harga konsol sudah sangat tinggi, dengan Xbox Series X berada di kisaran US650 dan PlayStation 5 Pro mencapai US750.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada konsol yang sudah ada, tetapi juga mengancam peluncuran perangkat keras masa depan, termasuk Steam Machine dari Valve yang diharapkan rilis tahun depan. Tanpa adanya katalis berupa game blockbuster baru dan dengan harga perangkat keras yang semakin tidak terjangkau, industri konsol game tampaknya harus bersiap menghadapi masa-masa sulit dalam beberapa tahun ke depan.