Education

Layar Kecil dengan Dampak Besar: Meninjau Risiko Kesehatan Mental Akibat Penggunaan Smartphone Sejak Usia Dini

Published

on

Semarang (usmnews) – Keputusan memberikan ponsel pintar (smartphone) kepada anak, terutama saat mereka menginjak usia sekolah menengah atau sekitar 12 tahun, sering kali menjadi dilema besar bagi orang tua. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk komunikasi dan keamanan; di sisi lain, sebuah studi terbaru yang dirangkum oleh DetikEdu memberikan peringatan keras.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa anak-anak yang memiliki akses penuh ke ponsel pintar sejak usia terlalu muda menghadapi tantangan kesehatan mental yang jauh lebih berat dibandingkan mereka yang mendapatkan akses lebih lambat.

1. Ancaman Depresi dan Kecemasan

​Risiko yang paling menonjol dan menjadi perhatian utama para ahli adalah meningkatnya potensi depresi dan gangguan kecemasan. Pada usia 12 tahun, kondisi psikologis anak masih berada dalam tahap transisi yang sangat rapuh. Paparan terus-menerus terhadap dunia digital, terutama melalui media sosial, menciptakan standar perbandingan sosial yang tidak realistis.

​Anak-anak cenderung membandingkan kehidupan nyata mereka dengan kehidupan “sempurna” yang ditampilkan orang lain di layar. Hal ini sering kali berujung pada:

  • ​Rasa rendah diri (low self-esteem).
  • ​Perasaan terkucilkan secara sosial.
  • ​Kecemasan berlebih terhadap penilaian orang lain di dunia maya.

2. Gangguan Tidur dan Efek Fisiologis

​Penggunaan smartphone hingga larut malam secara signifikan mengganggu pola tidur anak. Cahaya biru (blue light) yang dipancarkan layar dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Kurang tidur pada anak usia 12 tahun tidak hanya berdampak pada kelelahan fisik, tetapi juga menurunkan kemampuan kognitif, mengganggu daya ingat, dan memicu ketidakstabilan emosi di sekolah.

3. Ketergantungan Dopamin dan Perubahan Perilaku

​Aplikasi dan gim di dalam ponsel pintar dirancang sedemikian rupa untuk memicu pelepasan dopamin di otak. Hal ini menciptakan siklus adiksi di mana anak terus-menerus mencari stimulasi dari layar. Ketika ponsel diambil atau akses dibatasi, anak sering kali menunjukkan gejala penarikan diri seperti kemarahan yang meledak-ledak, sifat mudah tersinggung, dan ketidakmampuan untuk fokus pada tugas-tugas konvensional yang tidak melibatkan teknologi.

4. Risiko Perundungan Siber (Cyberbullying)

​Memiliki ponsel berarti membuka gerbang menuju interaksi tanpa batas. Di usia 12 tahun, kemampuan filtrasi dan regulasi diri anak belum sepenuhnya matang, sehingga mereka sangat rentan terhadap perundungan siber.

Dampak psikologis dari perundungan di dunia maya sering kali lebih dalam dan berkepanjangan karena serangan tersebut bisa terjadi 24 jam sehari tanpa adanya tempat berlindung yang aman.

Kesimpulan: Pentingnya Menunda dan Mendampingi

​Studi ini menyarankan agar orang tua lebih bijak dalam menentukan usia ideal pemberian perangkat digital pribadi. Menunda kepemilikan ponsel hingga usia yang lebih matang atau memberikan akses secara bertahap dengan pengawasan ketat dapat menjadi kunci untuk melindungi kesehatan mental anak. Membangun komunikasi yang terbuka mengenai bahaya dunia digital jauh lebih penting daripada sekadar memberikan perangkat tercanggih.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version