Nasional
KUHAP Baru Disahkan: Revolusi Hukum Acara Pidana dengan Penguatan Hak Tersangka, Advokat, dan Praperadilan

Jakarta (usmnews) – Dikutip CNN Indonesia Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi Undang-Undang (KUHAP Baru) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) pada Selasa, 18 November 2025, menjadi sorotan tajam di tengah gelombang demonstrasi mahasiswa dan kritik keras dari koalisi masyarakat sipil. Keputusan ini menandai perubahan fundamental dalam sistem peradilan pidana Indonesia, meskipun proses legislasi yang dinilai tergesa-gesa tersebut memicu kontroversi.
Kontroversi Proses Legislasi dan Klaim Partisipasi PublikKetua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, secara tegas membantah tudingan pembahasan RKUHAP dilakukan secara buru-buru. Ia mengklaim bahwa proses penyusunan undang-undang ini telah memakan waktu hampir setahun penuh, dimulai sejak 6 November 2024. Lebih lanjut, politikus Partai Gerindra ini menggarisbawahi bahwa pembahasan telah memenuhi prinsip “partisipasi bermakna” (meaningful participation), dengan menyatakan bahwa 99,9 persen substansi perubahan dalam RUU tersebut merupakan hasil masukan dari masyarakat.
Namun, klaim tersebut dibantah keras oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Koalisi ini tidak hanya menolak keras pengesahan RKUHAP, tetapi juga melaporkan sebelas anggota Panitia Kerja (Panja) RUU ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Laporan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran kode etik, khususnya terkait proses penyusunan undang-undang yang dinilai tidak memenuhi unsur partisipasi publik yang sejati. Koalisi juga menuding adanya pencatutan nama mereka dalam dokumen penyusunan RUU, yang semakin memperburuk krisis kepercayaan terhadap transparansi proses legislasi ini.
Poin-poin Kunci Perubahan Substansi KUHAP BaruSecara keseluruhan, revisi KUHAP ini mencakup 14 substansi utama, yang bertujuan untuk menyesuaikan hukum acara pidana dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, memperbaiki kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut, serta yang paling disoroti, penguatan hak-hak warga negara dalam proses hukum. Beberapa poin perubahan penting tersebut meliputi:

1. Penguatan Praperadilan dan Pengawasan Upaya Paksa:KUHAP yang baru secara signifikan memperluas ruang lingkup praperadilan. Jika sebelumnya praperadilan hanya dapat menguji sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan, kini pengujian diperluas mencakup seluruh upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Ini termasuk sah atau tidaknya penyitaan, penggeledahan, pemblokiran aset, pemeriksaan surat, dan yang paling krusial, penetapan status tersangka. Perubahan ini memberikan instrumen hukum yang lebih kuat bagi masyarakat untuk menuntut akuntabilitas aparat.
2. Transformasi Peran Advokat:Peran Advokat mengalami evolusi besar dari status pasif menjadi lebih aktif. Advokat kini tidak lagi hanya sekadar mencatat, tetapi dapat mendampingi tersangka secara aktif. Undang-undang baru ini menjamin sejumlah hak baru bagi advokat, termasuk Hak Imunitas (Pasal 149 ayat 2), hak untuk Mendapatkan Akses Bukti (Pasal 150 huruf j), hak untuk memperoleh Salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) (Pasal 153), dan hak tersangka untuk berkomunikasi bebas dengan pendamping hukumnya (Pasal 142 huruf m). Perubahan ini diklaim akan menjadikan peran advokat di Indonesia setara dengan praktik hukum di negara maju.
3. Institusionalisasi Keadilan Restoratif:Rancangan ini mendefinisikan secara resmi konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Pasal 1 angka 21. Penegasan ini memberikan wewenang kepada Penyidik (Pasal 7 huruf k) untuk menyelesaikan perkara pidana melalui mekanisme keadilan restoratif, termasuk penghentian penyidikan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban peradilan dan mengedepankan pemulihan korban.
4. Perlindungan Kelompok Rentan dan Korban:KUHAP Baru memastikan akomodasi kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, dengan memperbolehkan mereka menjadi saksi meskipun kesaksiannya tidak didapatkan melalui indra penglihatan atau pendengaran secara langsung (Pasal 236). Selain itu, terdapat jaminan tegas untuk bebas dari penyiksaan, intimidasi, atau perbuatan tidak manusiawi selama proses hukum, baik untuk saksi (Pasal 143 huruf m) maupun korban (Pasal 144 huruf y). Hak korban juga diperkuat melalui pengaturan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi, serta hak untuk menyampaikan pernyataan mengenai dampak tindak pidana.
5. Standarisasi Syarat Penahanan:Undang-undang baru mengubah syarat penahanan yang sebelumnya bersifat subjektif (kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan bukti, mengulangi pidana) menjadi lebih objektif. Syarat penahanan kini mencakup mengabaikan panggilan penyidik dua kali berturut-turut, memberikan informasi palsu, menghambat proses pemeriksaan, atau berupaya melarikan diri.
Pemberlakuan dan Aturan TurunanMenteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, memastikan bahwa KUHAP yang baru disahkan ini akan mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2026. Tanggal ini dipilih untuk sinkronisasi dengan pemberlakuan KUHP baru yang telah disahkan sebelumnya. Pemerintah saat ini menghadapi tantangan besar untuk segera menyusun sekitar 18 aturan turunan KUHAP, termasuk tiga Peraturan Pemerintah (PP) yang dianggap mutlak, guna menjamin kesiapan aspek formil dan materil hukum pidana di Indonesia sebelum tenggat waktu tersebut.







