Connect with us

Nasional

Kritik Keterlambatan Informasi Bencana BMKG Disoroti Komisi V DPR

Published

on

Jakarta (Usmnews) di kutip dari Suara.com Pada hari Rabu, 12 November 2025, publik dikejutkan dengan kritik tajam yang dilayangkan oleh anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait dugaan **keterlambatan dalam penyampaian informasi dan peringatan dini** mengenai serangkaian bencana alam yang baru-baru ini melanda berbagai daerah di Indonesia.

Anggota Komisi V DPR, **Haryanto**, secara eksplisit menyampaikan kekhawatirannya selama Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BMKG yang diadakan pada hari sebelumnya, Selasa (11/11). Meskipun Haryanto mengakui adanya fenomena cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi belakangan ini, ia menekankan bahwa situasi ini seharusnya telah diantisipasi secara memadai oleh BMKG melalui mekanisme peringatan dini yang efektif dan tepat waktu.

Kritik ini muncul sebagai respons atas meningkatnya insiden bencana alam yang dilaporkan terjadi di berbagai wilayah, mulai dari daerah di luar Pulau Jawa hingga beberapa lokasi krusial seperti Jawa Tengah dan Jawa Barat. “Banyak kejadian-kejadian bencana alam yang tidak terduga, itu di beberapa daerah,” ujar Haryanto, seraya menambahkan bahwa berdasarkan pengamatan Komisi V, **”Nampaknya informasi itu agak terlambat.”** Penilaian ini menunjukkan adanya celah signifikan antara kejadian bencana di lapangan dan kecepatan respons informasi dari lembaga resmi yang bertugas.

### 🌐 Dorongan untuk Perluasan Sekolah Lapang Iklim (SLI)

Lebih lanjut, Haryanto menduga bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap keterlambatan informasi ini adalah **kurangnya efektivitas dan jangkauan dari program Sekolah Lapang Iklim (SLI)** yang diselenggarakan oleh BMKG. Program SLI seharusnya berfungsi sebagai sarana krusial untuk memberdayakan masyarakat agar memiliki pemahaman dasar mengenai kondisi iklim dan cuaca di lingkungan mereka, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada informasi resmi yang disampaikan oleh pemerintah atau BMKG.

Dalam pandangan anggota dewan ini, SLI memiliki peran vital dalam membangun ketahanan komunitas terhadap dampak cuaca ekstrem. Oleh karena itu, Haryanto secara tegas mendesak BMKG untuk segera **memperluas cakupan dan meningkatkan volume** dari kegiatan sekolah lapang ini ke seluruh wilayah Indonesia. Ia menyoroti bahwa jumlah SLI yang ada saat ini — yang menurutnya hanya berkisar di 30 lokasi — dinilai masih jauh dari memadai untuk menjangkau seluruh populasi yang berpotensi terdampak. “Kalau punya bekal sekolah lapang ini diperluas, kemudian volumenya juga ditambah, itu lain,” tegasnya, menggarisbawahi perlunya peningkatan signifikan, terutama mengingat keterbatasan waktu dan jumlah peserta yang dapat diakomodasi oleh sekolah lapang yang ada saat ini.

### 📊 BMKG Klaim Capaian Kinerja Positif

Menanggapi kritikan tersebut, Kepala BMKG, **Teuku Faisal Fathani**, memaparkan sejumlah indikator capaian kinerja lembaga yang dipimpinnya selama tiga bulan terakhir, hingga periode September 2025. Laporan Faisal menunjukkan adanya beberapa hasil positif yang diklaim telah dicapai oleh BMKG:

1.  **Akurasi Informasi:** BMKG mengklaim bahwa akurasi informasi di bidang meteorologi, klimatologi, geofisika, dan kegiatan modifikasi cuaca mereka telah mencapai tingkat yang sangat tinggi, yakni **102 persen**.

2.  **Indeks Kepuasan Layanan:** Indeks kepuasan masyarakat terhadap layanan informasi yang disediakan oleh BMKG tercatat mencapai **99,73 persen**.

3.  **Pemahaman Masyarakat:** Tingkat pemahaman masyarakat atas informasi yang disebarkan oleh BMKG diklaim telah melampaui target, mencapai **107,31 persen**.

Faisal Fathani juga menyatakan harapannya bahwa dalam sisa tiga bulan terakhir tahun ini, capaian indikator kinerja tersebut akan terus meningkat.

### 🎓 Distribusi Sekolah Lapang BMKG

Terkait isu sekolah lapang yang disoroti DPR, Faisal memberikan data yang sedikit berbeda dengan asumsi Komisi V. Ia menjelaskan bahwa:

* **Sekolah Lapang Iklim (SLI)** saat ini tersebar di **35 lokasi** dengan total peserta mencapai **1.360 orang**. Angka ini sedikit lebih tinggi dari yang disebutkan oleh Haryanto.

* **Sekolah Lapang Gempa** menjadi program yang paling banyak menjangkau peserta, dengan total **1.774 peserta** yang tersebar di **37 provinsi** seluruh Indonesia.

* **Sekolah Lapang Cuaca Nelayan** berhasil melibatkan **1.285 peserta** yang tersebar di **37 lokasi**.

Meskipun BMKG menunjukkan data capaian yang diklaim positif dan distribusi sekolah lapang yang telah berjalan, kritik dari Komisi V DPR tetap menekankan bahwa efektivitas program dan kecepatan respons informasi di lapangan masih memerlukan evaluasi dan perbaikan substansial guna menghadapi ancaman bencana alam yang semakin kompleks. DPR mendorong agar BMKG tidak hanya fokus pada angka capaian, tetapi juga pada dampak nyata dan upaya mitigasi di tingkat akar rumput.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *