Education

Krisis Keamanan Pendidikan: Kasus Kekerasan di Sekolah Melonjak 600 Persen dalam Enam Tahun

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari kompas.com Lanskap pendidikan Indonesia tengah menghadapi tantangan serius terkait keamanan siswa. Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada akhir tahun 2025, angka kekerasan di institusi pendidikan mengalami lonjakan yang sangat mengkhawatirkan, yakni mencapai 600 persen jika dibandingkan dengan data tahun 2020. Temuan ini menjadi alarm keras bagi pemerintah, sekolah, dan orang tua mengenai efektivitas kebijakan perlindungan anak yang ada saat ini.

Tren Peningkatan Kasus yang Signifikan

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, memaparkan data pemantauan yang menunjukkan kenaikan konsisten setiap tahunnya. Jika ditarik garis waktu sejak awal pandemi hingga akhir 2025, rincian kasusnya adalah sebagai berikut:

2020: 91 kasus

2021: 142 kasus

2022: 194 kasus

2023: 285 kasus

2024: 573 kasus (mengalami kenaikan lebih dari 100% dari tahun sebelumnya)

2025: Terus menunjukkan tren peningkatan yang tajam.

Kenaikan eksponensial ini menunjukkan bahwa lingkungan sekolah, yang seharusnya menjadi ruang aman untuk bertumbuh, justru semakin rentan terhadap berbagai bentuk tindakan kekerasan.

Ketidakefektifan Kebijakan dan Satgas

Salah satu poin krusial yang disoroti oleh JPPI adalah kegagalan implementasi regulasi pencegahan kekerasan. Meski pemerintah telah menerbitkan aturan khusus mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan pada tahun 2023, dampaknya belum terlihat secara nyata di lapangan.

Ubaid Matraji menilai bahwa pembentukan Satuan Tugas (Satgas) di tingkat provinsi maupun kabupaten, serta Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan sekolah, sejauh ini hanya bersifat administratif atau formalitas belaka.

“Kita bisa katakan satgas-satgas ini belum berjalan, belum berperan, dan belum berfungsi secara maksimal karena angka kasus justru terus mendaki,” tegas Ubaid.
Minimnya fungsi pengawasan dan penanganan yang responsif menyebabkan banyak kasus perundungan (bullying) terus terjadi, bahkan dalam beberapa insiden tragis, kekerasan tersebut berujung pada hilangnya nyawa siswa.

Tantangan di Lingkungan Sekolah

Meskipun secara struktur TPPK sudah dibentuk di banyak sekolah, keberadaannya sering kali tidak dirasakan manfaatnya oleh para siswa yang menjadi korban. JPPI menemukan fakta bahwa di beberapa sekolah yang sudah memiliki tim penanganan, kasus perundungan tetap terjadi tanpa adanya deteksi dini yang memadai. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara kebijakan di atas kertas dengan praktik perlindungan siswa di ruang kelas maupun area sekolah lainnya.

Kekerasan yang terjadi tidak hanya terbatas pada perundungan fisik, tetapi juga mencakup kekerasan psikis dan seksual, yang dampaknya sangat merusak kesehatan mental serta masa depan generasi muda.

Urgensi Evaluasi Total

Laporan JPPI ini menuntut adanya evaluasi total terhadap sistem keamanan di sekolah. Bukan sekadar menambah regulasi, namun memastikan bahwa setiap elemen dalam ekosistem pendidikan—mulai dari guru, kepala sekolah, hingga dinas pendidikan terkait—memiliki sensitivitas dan tanggung jawab penuh dalam menangani laporan kekerasan.

Data peningkatan 600 persen ini adalah bukti bahwa pendekatan yang dilakukan selama ini masih belum menyentuh akar permasalahan. Diperlukan langkah konkret yang lebih berani untuk memutus rantai kekerasan, memastikan keadilan bagi korban, dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku agar lingkungan sekolah benar-benar bersih dari rasa takut.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version