Nasional
KPK: Oknum Kemenag Minta ‘Uang Percepatan’ Kuota Haji Khusus ke Ustaz Khalid.
Jakarta-(usmnews) Pemberitaan yang dirilis oleh KPK mengungkap dugaan praktik korupsi terkait kuota haji khusus yang melibatkan seorang oknum pegawai Kementerian Agama (Kemenag). Kasus ini mencuat setelah oknum tersebut menawarkan kuota haji khusus kepada pendakwah kenamaan, Ustaz Khalid Basalamah, dan rombongannya. Padahal, sebelumnya mereka sudah mendaftarkan diri untuk keberangkatan haji furoda pada tahun 2024.
Menurut Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, oknum Kemenag tersebut meyakinkan Ustaz Khalid bahwa kuota yang ditawarkan adalah resmi. Oknum itu juga menjanjikan para jemaah bisa langsung berangkat di tahun yang sama, asalkan ada “uang percepatan” yang dibayarkan. Uang yang diminta, jika tidak salah, sebesar $2.400 per kuota.
Setelah menyetujui tawaran itu, Ustaz Khalid kemudian mengumpulkan uang dari para jemaahnya, yang selanjutnya diserahkan kepada oknum tersebut. Namun, setelah pelaksanaan ibadah haji 2024 usai dan muncul berbagai masalah hingga dibentuknya panitia khusus (pansus) haji DPR, oknum itu diduga merasa ketakutan. Untuk menghindari jerat hukum, ia pun mengembalikan seluruh uang yang telah diserahkan sebelumnya kepada Ustaz Khalid.
KPK menegaskan bahwa uang yang dikembalikan kepada Ustaz Khalid ini diduga merupakan hasil tindak pidana terkait dugaan korupsi kuota haji 2024. Uang tersebut kini menjadi barang bukti penting dalam proses penyidikan. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa keberadaan uang ini sangat dibutuhkan penyidik untuk proses pembuktian dalam kasus ini.
Budi juga mengungkapkan bahwa biro perjalanan haji dalam kasus ini diduga bertindak sebagai pengelola atau penjual-beli kuota haji khusus kepada jemaah. Selain itu, KPK juga menemukan fakta adanya praktik jual-beli kuota khusus antarbiro travel. Hal ini merupakan ekses dari kebijakan kuota tambahan 50-50 di Kemenag. Budi menyebutkan bahwa ini adalah rantai yang berkesinambungan, mulai dari diskresi kebijakan hingga praktik di lapangan. Oleh karena itu, KPK terus mendalami dan menggali informasi terkait praktik jual-beli kuota haji ini.
Implikasi dan Isu Korupsi Kuota Haji
Kasus ini menyoroti permasalahan serius dalam tata kelola haji di Indonesia, khususnya terkait kuota haji khusus. Praktik jual-beli kuota yang diungkap KPK menunjukkan adanya celah yang dimanfaatkan oleh oknum untuk meraup keuntungan pribadi. Ini tidak hanya merugikan para calon jemaah yang seharusnya bisa berangkat dengan biaya yang wajar, tetapi juga mencoreng citra Kemenag sebagai lembaga yang dipercaya mengelola ibadah haji.
Fenomena “uang percepatan” yang diminta oleh oknum pegawai Kemenag ini mengindikasikan bahwa ada semacam “pasar gelap” untuk kuota haji. Para calon jemaah yang ingin segera berangkat, seringkali rela mengeluarkan uang lebih demi mendapat prioritas. Kondisi ini diperparah dengan adanya kebijakan yang kurang transparan atau mudah dimanipulasi, seperti kebijakan kuota tambahan 50-50 yang disebutkan oleh KPK. Kebijakan ini, yang seharusnya mempermudah, justru diduga menjadi ladang subur bagi praktik koruptif.
Tindakan KPK yang menyita uang tersebut sebagai barang bukti juga menunjukkan komitmen mereka untuk membongkar tuntas jaringan korupsi ini. Pengembalian uang oleh oknum kepada Ustaz Khalid sebelum kasus ini meledak, menjadi bukti kuat adanya ketakutan dan upaya untuk menghilangkan jejak. Namun, KPK melihat bahwa uang itu sendiri adalah hasil dari tindak pidana, sehingga tetap menjadi alat bukti yang sah.
Penyelidikan ini diharapkan dapat membuka mata publik dan pemerintah tentang pentingnya reformasi total dalam sistem pengelolaan haji. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat harus menjadi prioritas utama untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Upaya ini tidak hanya untuk melindungi calon jemaah haji dari penipuan, tetapi juga untuk menjaga integritas ibadah haji itu sendiri.