Nasional
Kontroversi HGU dalam Percepatan Pembangunan IKN

(usmnews) – Presiden Joko Widodo baru saja mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2024 mengenai Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (Perpres No 75/2024) pada 11 Juli 2024. Aturan ini menargetkan pelaku usaha pionir, yaitu individu atau badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang tertentu di wilayah IKN. Pasal 2 dari peraturan ini menekankan bahwa percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara bertujuan membentuk ekosistem kota yang layak huni, khususnya di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), mencakup penyediaan dan pengelolaan layanan dasar dan sosial serta fasilitas komersial.
Namun, langkah pemerintah ini menuai banyak kontroversi di masyarakat. Dalam beberapa ketentuannya, Perpres No 75/2024 masih memerlukan kajian lebih lanjut, terutama terkait Hak Guna Usaha (HGU). Pasal 9 menyebutkan bahwa Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah melalui satu siklus pertama dan dapat diperpanjang satu siklus kedua kepada pelaku usaha, yang diatur dalam perjanjian.
Ketentuan siklus dalam Pasal 9 Perpres No 75/2024 merinci bahwa HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun dalam satu siklus pertama dan dapat diperpanjang untuk satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi. Demikian pula, Hak Guna Bangunan (HGB) dan hak pakai diatur untuk jangka waktu paling lama 80 tahun dengan siklus perpanjangan yang sama. Perpanjangan jangka waktu HGU dan HGB hingga maksimal 190 tahun ini dianggap pemerintah sebagai langkah untuk menarik minat investor berinvestasi di IKN. Namun, beberapa pakar hukum menganggap ketentuan ini bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara atas Bumi, Air, dan Ruang Angkasa serta prinsip kedaulatan rakyat di bidang ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.
Elli Rusliana, dalam penelitiannya tentang makna Pasal 33 UUD 1945, menyebutkan bahwa pasal ini mengandung dasar demokrasi ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua untuk semua, di bawah pengawasan masyarakat. Prinsip ini menekankan kemakmuran masyarakat, bukan individu, sehingga ekonomi harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Selain itu, Pasal 33 juga memberikan kewenangan kepada negara untuk menguasai cabang-cabang produksi strategis guna melancarkan perekonomian dan mencegah eksploitasi oleh pihak yang kuat terhadap yang lemah. Oleh karena itu, ketentuan HGU dalam Perpres No 75/2024 perlu mempertimbangkan makna dan semangat Pasal 33 UUD 1945 agar tidak merugikan masyarakat luas, terutama mereka yang tinggal di kawasan IKN.
Selain itu, pengaturan HGU dalam Perpres No 75/2024 dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang menetapkan jangka waktu maksimal HGU 35 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui 35 tahun. Ketentuan ini bahkan lebih panjang daripada Agrarische Wet 1870 yang memberikan konsesi HGU selama 75 tahun. HGU yang terlalu lama berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan antara hak investor dan hak masyarakat, menghambat pemanfaatan lahan oleh masyarakat kecil untuk tempat tinggal atau usaha kecil, sementara hak investor semakin luas dalam mengelola lahan negara.
Sebagai perbandingan, Ukraina dan Afrika Selatan memiliki batasan HGU yang lebih ketat untuk melindungi hak kepemilikan atau penggunaan tanah dari tindakan ilegal oleh pihak berwenang atau pihak ketiga. Ukraina, misalnya, menetapkan HGU secara spesifik untuk badan hukum dengan tujuan melindungi kepemilikan tanah. Di Afrika Selatan, pembatasan HGU juga diatur untuk mencegah penyewa mengklaim hak atas tanah berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan.
Dengan memperhatikan pengaturan HGU di negara lain dan hukum positif Indonesia, pemerintah seharusnya menetapkan HGU dengan batasan yang jelas dan jangka waktu ideal, mengutamakan kepentingan masyarakat untuk pemanfaatan dan pengelolaan lahan di IKN.