Nasional

Ketua Komisi II DPR RI Tolak Syarat Caleg Harus ‘Akamsi’

Published

on

Jakarta, (usmnews) – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menanggapi gugatan sejumlah mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat calon legislatif (caleg) harus berdomisili di daerah pemilihan (dapil). Rifqi menyatakan tidak sepakat dengan tuntutan tersebut. Menurutnya, syarat administratif seperti KTP selama 5 tahun tidak relevan dengan kemampuan caleg dalam memperjuangkan kepentingan daerah. Selain itu, komitmen dan tindakan nyata lebih menentukan keberpihakan seorang legislator, bukan sekadar dokumen administratif.

Ketua Komisi II, Rifqi menegaskan bahwa domisili tidak menentukan keberpihakan seorang legislator terhadap daerah pemilihannya. Ia menjelaskan bahwa ikatan batin dan relasi perjuangan caleg lebih penting daripada sekadar memiliki KTP di dapil tersebut. Rakyat akan menilai sejauh mana seorang legislator memperjuangkan kepentingan daerah setelah dilantik.

Lebih lanjut, Rifqi menilai gugatan ini berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara. “Gugatan ini bisa membatasi hak warga untuk menjadi anggota DPR hanya karena tidak memiliki KTP di dapil tertentu,” tegasnya. Ia menekankan, dalam pemilu, rakyatlah yang memiliki kedaulatan tertinggi untuk memilih caleg terbaik.

Sementara itu, delapan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang mengajukan gugatan ke MK. Selain itu, mereka meminta agar MK mengubah syarat caleg yang mengharuskan domisili di daerah pemilihan. Mereka meminta perubahan syarat caleg dalam Pasal 240 ayat (1) huruf C UU Pemilu. Menurut mereka, caleg harus berdomisili minimal 5 tahun di dapil yang dituju. Gugatan ini telah teregistrasi dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025.

Rifqi menegaskan, alat ukur utama dalam pemilu adalah penerimaan rakyat. “Rakyat yang menentukan pilihan berdasarkan kemampuan caleg, bukan sekadar domisili,” tambahnya. Ia berharap MK mempertimbangkan aspek kedaulatan rakyat dalam memutuskan gugatan ini.

Dengan demikian, perdebatan ini menyoroti pentingnya menyeimbangkan syarat administratif dan hak konstitusional warga negara dalam proses demokrasi.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version