Education
Kemendikdasmen Targetkan 2030 Indonesia Bebas Buta Huruf
Jakarta (usmnews), Dikutip dari KOMPAScom,Upaya Indonesia dalam menanggulangi masalah buta aksara telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa dan signifikan. Berdasarkan laporan terkini, secara nasional, angka buta aksara di Indonesia kini berhasil ditekan hingga tersisa sekitar 0,92 persen dari total populasi penduduk. Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras kolektif yang intensif selama kurun waktu lima tahun terakhir, sebuah periode di mana pemerintah berhasil mengentaskan lebih dari satu juta warga dari kondisi buta aksara. Dengan angka yang kini berada di bawah satu persen, Indonesia telah mencapai optimisme baru dalam sektor pendidikan dasar.
Namun, meskipun angka rata-rata nasional menunjukkan keberhasilan yang patut diapresiasi, tantangan besar tetap ada. Angka 0,92 persen ini adalah rata-rata, yang berarti masih terdapat kesenjangan antarwilayah. Faktanya, beberapa kabupaten di Indonesia masih menghadapi persoalan buta aksara dengan angka yang relatif tinggi. Data spesifik menyoroti Provinsi Papua sebagai wilayah yang secara umum masih menghadapi tantangan tertinggi dalam isu buta aksara ini, menunjukkan adanya kantong-kantong buta aksara yang membutuhkan perhatian dan intervensi yang jauh lebih terfokus.
Menanggapi tantangan yang tersisa, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus memperkuat berbagai kebijakan dan program strategis. Beberapa inisiatif kunci yang dilakukan antara lain adalah penyaluran Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Keaksaraan yang telah disalurkan kepada puluhan ribu penerima manfaat. Selain itu, Kemendikdasmen juga melakukan revitalisasi satuan pendidikan nonformal serta mendorong digitalisasi pembelajaran, bertujuan untuk menjangkau kelompok masyarakat yang sulit terakses pendidikan formal.
Dirjen Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus, Tatang Muttaqin, menegaskan bahwa untuk melanjutkan momentum positif ini, kuncinya terletak pada kolaborasi dan peran serta semua pihak. Muttaqin memasang target yang ambisius: menekan angka buta aksara nasional hingga berada di bawah 0,9 persen dalam lima tahun ke depan.
Lantas, muncul pertanyaan besar mengenai kemungkinan Indonesia untuk benar-benar mencapai status Bebas Buta Aksara pada tahun 2030 mendatang. Jawabannya, berdasarkan analisis dan optimisme pemerintah, adalah mungkin. Target ambisius untuk menuntaskan buta aksara pada 2030 ini dinilai realistis, tetapi membutuhkan syarat mutlak berupa komitmen yang berkelanjutan dan implementasi intervensi yang sangat terarah ke daerah-daerah yang menjadi kantong buta aksara tinggi, seperti yang terjadi di Papua dan wilayah lainnya.
Tantangan terbesar yang harus diatasi untuk mencapai target ini terbagi menjadi dua sektor utama: kelompok usia lanjut (di atas 45 tahun) yang merupakan kelompok dengan tingkat buta aksara tertinggi, dan daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Di wilayah 3T, akses terhadap sarana dan prasarana pendidikan, serta keberadaan tenaga pengajar yang memadai, masih sangat terbatas, sehingga menjadi penghalang utama dalam upaya pengentasan buta aksara secara menyeluruh. Dengan mengalokasikan sumber daya secara tepat sasaran ke dua sektor ini, Indonesia diyakini dapat menuntaskan persoalan buta aksara dalam kurun waktu yang telah ditetapkan.