Education
Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa Dihapus, Pakar Unair Sebut 4 Hal Penting
Jakarta (usmnews) – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah menghapus sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA, efektif mulai tahun ajaran 2024/2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang bertujuan agar siswa dapat lebih fokus pada pengembangan basis pengetahuan sesuai minat dan rencana studi lanjut mereka.
Dr. Tuti Budirahayu, pakar sosiologi pendidikan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), memberikan pandangannya mengenai kebijakan baru ini. Menurutnya, penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa membawa keuntungan dan tantangan. Berikut adalah empat hal penting yang dikemukakan oleh Dr. Tuti:
- Menghapus Stigma Siswa Pintar dan Kurang Pintar
Dr. Tuti menjelaskan bahwa penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa seringkali memunculkan stigma negatif. Siswa dari jurusan IPS atau Bahasa kerap dianggap kurang cerdas dibandingkan siswa IPA. “Kebijakan ini dapat menghilangkan label negatif yang melekat pada siswa dari jurusan tertentu,” ujarnya. Ia menekankan bahwa penghapusan penjurusan merupakan langkah positif untuk mengatasi stratifikasi berdasarkan kecerdasan dan perilaku siswa. - Perlu Kualitas Sekolah yang Merata
Meski penjurusan dapat memunculkan stigma, kualitas pendidikan tetap menjadi faktor utama. Dr. Tuti menegaskan bahwa di sekolah dengan kualitas pendidikan yang baik, siswa dari jurusan IPS dan Bahasa dapat sukses di perguruan tinggi. “Kualitas pendidikan yang baik, minat yang kuat, dan fasilitas yang memadai berperan penting dalam kesuksesan siswa,” kata Dr. Tuti. - Tidak Ada Diskriminasi Pilih Jurusan Kuliah
Siswa dari jurusan IPA seringkali mendapatkan kemudahan untuk memasuki berbagai jurusan kuliah, termasuk yang tidak terkait dengan ilmu eksakta. Sebaliknya, siswa dari jurusan IPS dan Bahasa sering mengalami diskriminasi, dianggap kurang mampu dalam logika atau matematika. “Diskriminasi ini menyebabkan siswa IPS dan Bahasa sering kali ditempatkan di strata yang lebih rendah,” jelasnya. - Perlu Satu Pemahaman antara Orangtua dan Sekolah
Dr. Tuti menyoroti pentingnya koordinasi antara sekolah, pemerintah, siswa, dan orangtua. Implementasi kebijakan penghapusan jurusan harus dilakukan dengan matang untuk menghindari kesalahpahaman. “Banyak orangtua yang belum sepenuhnya memahami kebijakan pendidikan baru. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik antara sekolah dan orangtua untuk mendukung keberhasilan kebijakan ini,” pungkasnya.
Dengan kebijakan baru ini, diharapkan pendidikan di Indonesia akan lebih inklusif dan bebas dari stigma negatif yang sering kali membatasi potensi siswa. Pengawasan dan dukungan yang baik dari semua pihak akan menjadi kunci keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka.