Lifestyle
Jangan Salah Langkah! Ini 7 Strategi Psikologis untuk Move On Secara Sehat

Semarang (usmnews) – Dikutip dari cnninconesia.com Melupakan seseorang yang pernah menjadi pusat dunia kita bukanlah proses instan yang bisa diselesaikan dalam semalam. Patah hati adalah pengalaman manusiawi yang universal, namun intensitasnya sering kali terasa melumpuhkan, terutama jika hubungan tersebut berakhir dengan konflik tajam, pengkhianatan, atau cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Jika ada tombol ajaib untuk menghilangkan rasa sakit, tentu tidak akan ada ribuan lagu sedih atau buku self-help yang laris manis di pasaran. Kabar baiknya, tidak ada badai yang abadi. Meski demikian, pertanyaan “kapan rasa sakit ini akan berakhir?” selalu menghantui. Para ahli sepakat bahwa setiap individu memiliki ritme penyembuhan yang unik, namun ada strategi psikologis yang dapat membantu Anda menavigasi masa sulit ini dengan lebih sehat.

Berikut adalah tujuh langkah esensial untuk berdamai dengan perpisahan dan menata kembali hidup:
1. Bebaskan Diri dari Tirani Waktu Kesalahan terbesar yang sering dilakukan orang pasca-putus adalah menetapkan tenggat waktu untuk sembuh. “Saya harus berhenti menangis minggu depan” atau “Saya harus sudah kencan lagi bulan depan” adalah target yang tidak realistis. Amiira Ruotola, penulis buku tentang perpisahan, menegaskan bahwa tidak ada rumus matematika untuk menghitung durasi kesedihan. Memaksa diri untuk “cepat sembuh” justru hanya akan menunda proses pemulihan yang sebenarnya. Biarkan waktu bekerja sesuai ritmenya.
2. Beri Ruang untuk Validasi Emosi Sering kali kita merasa bersalah karena masih merasa hancur, padahal kejadiannya sudah berlalu cukup lama. Psikoterapis Cori Dixon-Fyle mengingatkan bahwa menekan emosi adalah tindakan kontraproduktif. Anda berhak untuk marah, kecewa, bingung, atau menangis seharian. Validasi perasaan tersebut adalah langkah awal untuk melepasnya. Jangan ragu untuk mencari dukungan dari sahabat terpercaya atau bantuan profesional jika beban emosi terasa terlalu berat untuk dipikul sendiri.
3. Berhenti Meromantisasi Kenangan Terapis hubungan Juliana Morris menyoroti jebakan mental yang sering terjadi: kita sering kali bukan merindukan orangnya, melainkan merindukan fantasi masa depan bersamanya. Otak cenderung memutar ulang kenangan manis dan mengaburkan alasan mengapa hubungan tersebut berakhir. Penting untuk bersikap realistis; jika hubungan itu memang tepat dan sehat, kemungkinan besar Anda masih bersama saat ini. Lihatlah hubungan tersebut secara utuh, termasuk bagian-bagian buruknya, agar Anda bisa ikhlas melepaskannya.

4. Terapkan Detoksifikasi Digital dan Kontak Aturan “No Contact” adalah pil pahit yang paling manjur. Pakar hubungan Kelli Miller menyarankan pembatasan akses secara total, terutama di media sosial. Mengintip kehidupan mantan hanya akan membuka luka lama dan memicu perbandingan yang tidak sehat. Jika perlu, hapus nomor teleponnya untuk mencegah keinginan impulsif menghubungi mereka saat Anda sedang rapuh atau kesepian di malam hari.
5. Nikmati Kesendirian, Jangan Terburu-buru Mengganti Mencari pelarian lewat hubungan baru (rebound) sering kali hanya menjadi penawar rasa sakit sementara yang menunda penyembuhan. Sebaliknya, gunakan masa lajang ini untuk menikmati kesendirian. Evaluasi kembali apa yang sebenarnya Anda butuhkan. Buatlah daftar hal-hal negatif atau kebiasaan buruk dari hubungan lalu yang kini bisa Anda tinggalkan. Rasa lega ini akan membantu Anda menghargai kebebasan yang Anda miliki sekarang.
6. Transformasi Menuju Versi Terbaik Momen pasca-putus adalah waktu emas untuk penemuan jati diri kembali (self-discovery). Fokuslah membangun kehidupan di mana Anda menjadi tokoh utamanya, bukan sekadar pasangan seseorang. Mulailah hobi baru yang sempat tertunda, bepergian sendiri, atau pelajari keterampilan baru. Ubah energi kesedihan menjadi bahan bakar untuk produktivitas dan pengembangan diri.
7. Hindari Keputusan Impulsif Saat emosi sedang labil, otak kita sering mencari dopamin instan lewat perubahan drastis, seperti memotong rambut secara ekstrem, pindah kota, atau keluar dari pekerjaan (resign). Tahan dorongan tersebut. Beri jeda waktu sampai emosi Anda stabil sebelum mengambil keputusan besar yang berdampak jangka panjang, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari.







