International
Jalan Buntu Definisi Damai: Hamas Tawarkan Pembekuan Senjata, Israel Tuntut Demiliterisasi Total

Semarang (usmnews) – Dikutip dari News.detik.com, Perdebatan sengit mengenai masa depan keamanan Jalur Gaza kembali mencuat ke permukaan pasca-implementasi gencatan senjata yang dimulai sejak 10 Oktober 2025. Isu utama yang menjadi titik sengketa adalah nasib persenjataan kelompok perlawanan Palestina.

Dalam perkembangan terbaru, pemimpin senior Hamas, Khaled Meshaal, melontarkan wacana alternatif yang disebut sebagai “pembekuan senjata” (weapons freeze) sebagai jalan tengah untuk meredakan ketegangan jangka panjang, alih-alih menyerahkan senjata sepenuhnya.
Dalam wawancaranya dengan media Al Jazeera, Meshaal menegaskan bahwa tuntutan untuk perlucutan senjata total (disarmament) adalah hal yang mustahil diterima oleh kelompok perlawanan. Bagi mereka, senjata bukan sekadar alat perang, melainkan simbol eksistensi dan perlindungan diri.
Oleh karena itu, Hamas mengusulkan mekanisme di mana senjata-senjata tersebut “disimpan” atau dibekukan penggunaannya. Tujuannya adalah untuk memberikan jaminan keamanan bahwa tidak akan ada eskalasi militer atau serangan yang diluncurkan dari Gaza terhadap pendudukan Israel, tanpa harus melucuti harga diri dan pertahanan Palestina sepenuhnya.
Meshaal meyakini bahwa pendekatan pragmatis ini dapat diterima oleh Amerika Serikat sebagai mediator utama dalam rencana perdamaian tersebut.
Namun, usulan kompromi ini langsung mendapatkan penolakan keras dari Tel Aviv. Seorang pejabat pemerintah Israel menegaskan bahwa tidak ada ruang tawar-menawar terkait kemampuan militer Hamas. Israel bersikukuh pada pendiriannya bahwa rencana perdamaian 20 poin yang didukung oleh Presiden AS Donald Trump mewajibkan demiliterisasi total di Jalur Gaza.
Dalam pandangan Israel, Hamas tidak boleh memiliki masa depan militer sama sekali di wilayah tersebut.Konteks perdebatan ini terjadi di tengah fase krusial implementasi gencatan senjata yang rapuh.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengindikasikan bahwa konflik akan segera memasuki tahap kedua. Pada fase ini, skenario yang dirancang melibatkan penarikan mundur pasukan Israel lebih jauh dari posisi mereka saat ini, yang kemudian akan digantikan oleh pasukan stabilisasi internasional (ISF).
Sebagai timbal baliknya, rencana tersebut menuntut Hamas untuk meletakkan senjata—sebuah syarat yang kini ditolak mentah-mentah oleh Hamas melalui usulan “pembekuan” tersebut.
Ketegangan narasi ini menunjukkan jurang pemisah yang masih lebar antara kedua belah pihak. Di satu sisi, Hamas mencoba mempertahankan aset militernya dengan jaminan non-agresi, sementara di sisi lain, Israel memandang pelucutan senjata total sebagai syarat mutlak yang tidak dapat diganggu gugat untuk menjamin keamanan permanen pasca-perang yang telah berkecamuk lebih dari dua tahun ini.


