Business
Freeport Bersiap Ekspor Konsentrat Tembaga ke China

Jakarta (usmnew) – Freeport McMoran melalui PT Freeport Indonesia (PTFI) mulai bersiap kembali mengekspor konsentrat tembaga ke China pada Februari 2025. Perusahaan telah memuat kargo konsentrat sejak Jumat lalu sebagai langkah antisipasi sebelum izin ekspor resmi diterbitkan.
Sumber yang mengetahui proses ini menyebut bahwa ekspor diperkirakan akan berangkat pada akhir bulan. Penyimpanan menjadi tantangan utama karena konsentrat tembaga terus menumpuk di gudang penyimpanan Amamapare, Mimika, Papua. Oleh karena itu, perusahaan perlu segera memindahkan konsentrat untuk menghindari kelebihan kapasitas.
Izin Ekspor Freeport Menunggu Keputusan Pemerintah
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi sinyal akan memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga Freeport. Sebelumnya, izin ekspor perusahaan berakhir pada 31 Desember 2024. Namun, kebakaran di fasilitas smelter baru Freeport pada Oktober 2024 menghambat proses pemurnian dan membuat perusahaan kesulitan menyerap seluruh produksi konsentrat di dalam negeri.
Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa pihaknya masih menunda pemberian rekomendasi ekspor. Meski demikian, ia mendukung perpanjangan izin dengan syarat dan ketentuan tertentu. Kementerian Perdagangan juga telah memberikan dukungan serupa.
Produksi Freeport Turun Akibat Tertundanya Ekspor
Tertundanya izin ekspor membuat perusahaan menurunkan produksi konsentrat hingga 40%. Produksi kini hanya berjalan pada kapasitas 60% untuk menghindari penumpukan yang lebih parah.
Jika pemerintah segera menerbitkan izin ekspor, perusahaan akan mengekspor konsentrat ke China dan mengurangi tekanan akibat stok yang menumpuk. Keputusan pemerintah dalam beberapa minggu ke depan akan menentukan kelanjutan ekspor tembaga Freeport di tahun ini.
Dampak Ekonomi dan Industri
Penundaan ekspor ini tidak hanya berdampak pada perusahaan tetapi juga pada sektor industri dan ekonomi Indonesia. Berkurangnya produksi menurunkan pemasukan negara dari pajak dan royalti, sementara pekerja di sektor tambang menghadapi risiko pengurangan jam kerja atau efisiensi tenaga kerja. Selain itu, pasokan tembaga global juga dapat terganggu, mengingat Freeport Indonesia merupakan salah satu produsen utama di dunia.