International

Eskalasi Kebijakan Imigrasi: AS Perluas Daftar Hitam Perjalanan Mencakup Otoritas Palestina dan Lima Negara Lainnya

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari SINDOnews.com, Kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump kembali mengambil langkah drastis dalam hal pembatasan imigrasi.

Pada hari Selasa, 16 Desember 2025, Gedung Putih secara resmi mengumumkan penambahan lima negara dan satu entitas wilayah ke dalam daftar larangan masuk ke AS. Langkah ini menandai intensifikasi signifikan dalam upaya pemerintahan Trump untuk memperketat perbatasan nasional, menyusul insiden keamanan domestik yang baru-baru ini terjadi.

Dalam dekrit terbaru ini, enam wilayah baru yang warganya dikenai restriksi perjalanan meliputi Burkina Faso, Mali, Niger, Sudan Selatan, Suriah, dan wilayah Palestina.

Penambahan ini memperluas daftar sebelumnya yang diumumkan pada bulan Juni, menjadikan total wilayah yang terdampak semakin banyak. Poin yang paling menarik perhatian dan kontroversial dari kebijakan ini adalah dimasukkannya pemegang dokumen perjalanan dari Otoritas Palestina.

Secara teknis, dekrit tersebut menghindari penggunaan istilah “Negara Palestina” atau “Wilayah Palestina”, mengingat posisi diplomatik Washington yang tidak mengakui kedaulatan Palestina sebagai sebuah negara.

Sebagai gantinya, dokumen resmi tersebut menggunakan terminologi spesifik: “Dokumen Otoritas Palestina”. Ini berarti larangan tersebut secara efektif menargetkan individu yang mencoba memasuki Amerika Serikat menggunakan paspor atau dokumen perjalanan yang diterbitkan atau divalidasi oleh Otoritas Palestina.

Langkah semantik ini menegaskan sikap politik AS yang tetap konsisten menolak pengakuan kenegaraan Palestina sambil memberlakukan restriksi keamanan terhadap penduduknya.

Latar belakang keputusan ini tidak terlepas dari dinamika keamanan dalam negeri AS. Pengumuman ini muncul hanya beberapa minggu setelah Presiden Trump mendeklarasikan “jeda permanen” terhadap migrasi dari negara-negara yang ia labeli sebagai “Negara Dunia Ketiga”.

Kebijakan keras tersebut diklaim sebagai respons langsung terhadap insiden penembakan yang menewaskan dua anggota Garda Nasional di Washington, DC, yang tampaknya menjadi katalisator bagi pengetatan aturan imigrasi yang lebih luas.

Bagi negara-negara seperti Suriah, yang sebelumnya sudah sering menjadi sasaran kebijakan pembatasan AS, aturan ini semakin memperdalam isolasi warganya dari akses ke Amerika Serikat.

Sementara itu, masuknya negara-negara Afrika seperti Burkina Faso, Mali, Niger, dan Sudan Selatan menunjukkan bahwa fokus keamanan AS kini semakin meluas ke wilayah-wilayah yang dianggap memiliki ketidakstabilan politik atau ancaman keamanan.

Kebijakan ini diprediksi akan memicu reaksi diplomatik yang kuat dan perdebatan sengit mengenai hak asasi manusia serta efektivitas larangan perjalanan dalam menangani isu keamanan global.

Pemerintahan Trump tampaknya bergeming dengan kritik, menegaskan bahwa langkah ini adalah bagian vital dari strategi perlindungan keamanan nasional yang lebih besar.

Bagi warga dari wilayah-wilayah yang terdampak, ini berarti pintu masuk ke “Negeri Paman Sam” kini tertutup semakin rapat, menciptakan ketidakpastian baru bagi ribuan individu yang mungkin memiliki kepentingan keluarga, pendidikan, atau bisnis di Amerika Serikat.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version