Anak-anak

Duka yang Belum Usai: Potret Krisis Kesehatan Anak-anak Pasca-Banjir Tapanuli Tengah

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip oleh kompas.com Tiga pekan telah berlalu sejak bencana banjir bandang dan tanah longsor menghantam Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara. Namun, bagi ribuan penyintas, terutama anak-anak, penderitaan justru memasuki babak baru yang mengkhawatirkan. Laporan terkini dari lapangan menunjukkan adanya penurunan kualitas kesehatan yang signifikan pada kelompok usia rentan ini, yang dipicu oleh kondisi lingkungan yang tidak higienis dan terbatasnya akses terhadap kebutuhan dasar.

Wabah Penyakit Kulit dan Pernapasan

Anak-anak di lokasi pengungsian maupun mereka yang telah kembali ke rumah mulai menunjukkan gejala penyakit yang serupa. Masalah yang paling dominan adalah infeksi kulit (gatal-gatal), Batuk Pilek (bapil), demam, hingga diare. Banyak anak ditemukan dengan kondisi kulit yang dipenuhi benjolan kecil berisi air akibat terpapar air yang tercemar lumpur dan sisa banjir.

Kurangnya pasokan air bersih menjadi faktor utama. Sebagian besar warga terpaksa menggunakan air pegunungan yang sudah berbau dan berminyak untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Kondisi ini diperparah dengan serangan nyamuk yang masif di malam hari di posko pengungsian, yang membuat anak-anak sulit beristirahat dengan tenang.

Krisis Gizi: “Tiga Minggu Hanya Makan Mi Instan”

Masalah kesehatan ini tidak bisa dilepaskan dari buruknya asupan nutrisi yang diterima para penyintas. Di beberapa titik pengungsian, seperti di Masjid Al-Musannif Syariful Hasanah, para orang tua mengeluhkan bahwa selama lebih dari 20 hari, anak-anak mereka hanya mengonsumsi mi instan setiap hari. Keterbatasan stok bahan makanan segar seperti sayuran dan protein hewani membuat daya tahan tubuh anak-anak merosot tajam.

Bahkan, terdapat laporan mengenai anak-anak yang memiliki riwayat alergi terhadap mi dan telur, namun terpaksa tetap mengonsumsinya karena tidak ada pilihan makanan lain. Selain masalah pangan, kebutuhan sanitasi dasar seperti popok bayi juga mulai langka, menambah beban bagi para ibu yang kehilangan mata pencaharian akibat bencana ini.

Lumpuhnya Fasilitas Kesehatan Setempat

Upaya penanganan medis pun menghadapi hambatan besar. Puskesmas Tukka, salah satu fasilitas kesehatan utama di wilayah tersebut, turut menjadi korban keganasan banjir. Air setinggi satu meter yang merendam gedung puskesmas pada akhir November lalu telah merusak peralatan medis vital, termasuk alat USG dan stok obat-obatan.

Meski demikian, petugas medis tetap berusaha memberikan layanan maksimal di luar ruangan atau melalui posko-posko kesehatan darurat. Data dari pusat penanganan bencana mencatat bahwa ribuan pasien telah ditangani dengan keluhan mayoritas berupa Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan gangguan pencernaan.

Statistik Dampak Bencana di Kecamatan Pandan

Berdasarkan data terbaru dari otoritas terkait, dampak di Kecamatan Pandan saja sudah sangat masif:

Korban Jiwa: Tercatat sebanyak 25 orang meninggal dunia.

Pengungsian: Sebanyak 678 orang masih bertahan di posko-posko darurat karena rumah mereka belum layak huni.

Kerusakan Bangunan: Lebih dari 1.000 rumah mengalami kerusakan, dengan ratusan di antaranya rusak berat atau hanyut terbawa arus.

Pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan diharapkan segera mempercepat pemulihan infrastruktur air bersih dan pemerataan distribusi logistik. Prioritas harus diberikan pada pemenuhan gizi anak-anak untuk mencegah terjadinya wabah penyakit yang lebih luas serta dampak jangka panjang bagi tumbuh kembang mereka.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version