Connect with us

Business

Direktur Utama Antam Ungkap Kompleksitas Masalah di Blok Mandiodo, Konawe Utara

Published

on

Direktur Utama Antam Ungkap Kompleksitas Masalah di Blok Mandiodo, Konawe Utara

Jakarta (usmnews) – Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nico Kanter, mengungkapkan kompleksitas masalah yang dihadapi perusahaan di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Blok ini mengalami penghentian operasi sejak terjadi kasus yang melibatkan eks Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Masalah di Mandiodo ini sangat-sangat kompleks. Saya ingin memberikan konteks ini agar saran-saran yang diberikan dapat benar-benar ditindaklanjuti dan tidak akan bermasalah lagi di kemudian hari,” ujar Nico di Ombudsman RI Jakarta, Selasa (23/1/2024).

Nico menjelaskan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) pertama kali dikeluarkan oleh bupati pada tahun 2010. Namun, izin tersebut kemudian dicabut karena adanya tumpang tindih.

Proses hukum pun kemudian dimulai. Setelah proses panjang, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa IUP yang dikeluarkan oleh bupati dan tumpang tindih dengan Antam harus dibatalkan.

Meski Antam berhasil dalam ranah hukum pada 2013, perusahaan tidak dapat beroperasi di sana karena blok tersebut dikuasai oleh badan usaha milik swasta (BUMS). Perusahaan swasta tetap beroperasi di sana hingga proses Clear & Clean (C&C) baru rampung pada tahun 2020.

“Proses ini tidak sederhana, dan meskipun telah memenangkan kasus, Antam tetap dipersoalkan terkait C&C. Mereka harus mengajukan beberapa keberatan, dan alhamdulillah akhirnya berhasil,” terang Nico.

Nico melanjutkan bahwa walaupun secara hukum Antam menang pada tahun 2013, perusahaan tidak dapat melakukan operasi di lokasi tersebut karena masih dikuasai oleh badan usaha swasta. Proses C&C baru selesai pada tahun 2020. Selama proses ini berjalan, perusahaan swasta tetap melanjutkan kegiatan penambangan di sana.

Dengan proses yang panjang dan rumit, pada tahun 2021, Antam setuju untuk melakukan kerja sama operasi (KSO) dengan perusahaan umum daerah (perumda) dan perusahaan swasta, yaitu PT Lawu.

“Konsorsium inilah yang akhirnya kami serahkan, karena kita melihat bahwa kita telah terlibat dengan mereka sejak bulan September, kegiatan terus berlanjut, dan baru kali ini bisa dihentikan. Ada garis polisi,” terangnya.

Kegiatan di Mandiodo kembali dimulai pada tahun 2022, di mana perusahaan mendapatkan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) untuk 40 hektare.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *