Connect with us

International

Diplomasi di Ujung Tanduk: Frustrasi Trump dan Ancaman Mundur dari Meja Perundingan Rusia-Ukraina

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari international.sindonews.com Situasi konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina memasuki babak baru yang penuh ketegangan diplomatik pada Desember 2025. Donald Trump, yang dikenal dengan pendekatan transaksional dan ambisinya untuk menyelesaikan konflik global secara cepat, dikabarkan telah mencapai titik didih kesabarannya. Artikel yang dirilis oleh Sindonews menyoroti rasa frustrasi mendalam sang Presiden Amerika Serikat terhadap sikap keras kepala yang ditunjukkan oleh kedua belah pihak yang bertikai, baik Moskow maupun Kiev.

Kegagalan “Seni Negosiasi”

Sebagai figur yang selalu membanggakan dirinya sebagai master deal-maker, Trump menghadapi tembok tebal dalam upayanya mendamaikan Eropa Timur. Harapan awalnya untuk membawa Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky ke satu meja perundingan guna mencapai kesepakatan damai—atau setidaknya gencatan senjata—tampaknya jauh panggang dari api. Kedua negara tersebut dinilai sama sekali tidak menunjukkan itikad baik atau kelenturan diplomatik (fleksibilitas) untuk mengakhiri pertumpahan darah yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Rusia tetap bersikeras pada tuntutan teritorial dan jaminan keamanannya tanpa kompromi, sementara Ukraina menolak menyerahkan kedaulatan wilayahnya sedikitpun. Kebuntuan atau deadlock ini membuat posisi Trump sebagai mediator menjadi terjepit dan tidak efektif. Bagi Trump, yang melihat politik luar negeri melalui kacamata untung-rugi dan efisiensi, sikap “batu” dari kedua pemimpin negara tersebut dianggap membuang-buang waktu dan sumber daya Amerika Serikat.

Ancaman “Cuci Tangan” Amerika Serikat

Poin paling krusial dan mengkhawatirkan dari laporan tersebut adalah ancaman Trump untuk berhenti menjadi fasilitator perundingan. Ungkapan “tak mau berunding lagi” menyiratkan potensi perubahan drastis dalam kebijakan luar negeri AS. Jika Trump benar-benar menarik diri dari proses mediasi, ini bisa diartikan sebagai langkah “cuci tangan” Amerika Serikat terhadap konflik tersebut.

Implikasinya sangat serius: tanpa tekanan dan mediasi dari Washington, konflik berpotensi mengalami eskalasi liar tanpa kontrol. Frustrasi Trump ini juga bisa menjadi sinyal bagi Ukraina bahwa bantuan militer atau finansial dari AS mungkin tidak lagi “gratis” atau tanpa syarat jika mereka terus menolak skenario perdamaian yang ditawarkan oleh Gedung Putih. Di sisi lain, bagi Rusia, mundurnya AS dari meja perundingan bisa dibaca sebagai kelemahan Barat atau justru hilangnya satu-satunya saluran komunikasi yang bisa menahan laju perang.

Kelelahan Geopolitik

Sikap Trump ini mencerminkan kelelahan geopolitik yang lebih luas. Dunia internasional, diwakili oleh Trump, tampaknya mulai lelah dengan perang atrisi yang tidak berkesudahan ini. Peringatan Trump ini mengirimkan pesan keras: bahwa kesabaran sekutu dan mediator memiliki batas, dan jika Rusia serta Ukraina terus memilih jalan perang daripada diplomasi, mereka mungkin harus menghadapinya sendirian tanpa jaring pengaman diplomatik dari negara adidaya.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *