Education
Dilema Pendidikan di Tengah Bencana: Usulan Penundaan TKA untuk Siswa Terdampak di Sumatera

Jakarta (usmnews) Dikutip dari Kompas.com Bencana alam dahsyat berupa banjir bandang dan tanah longsor yang menghantam wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir tahun 2025 tidak hanya meluluhlantakkan infrastruktur fisik, tetapi juga mengguncang sektor pendidikan. Di tengah situasi darurat ini, muncul wacana serius dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menunda pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) bagi siswa jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah terdampak.
Desakan Kemanusiaan dari Parlemen
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti, menjadi suara vokal yang menyuarakan aspirasi ini. Dalam rapat kerja bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti di Gedung DPR pada Senin (8/12/2025), Esti menekankan bahwa memaksakan pelaksanaan evaluasi akademik di tengah kondisi psikologis siswa yang trauma dan fasilitas sekolah yang hancur adalah tindakan yang tidak bijaksana.

Meskipun jadwal resmi TKA untuk jenjang SD dan SMP baru direncanakan pada Maret hingga April 2026, Esti mendesak agar keputusan pembatalan atau penundaan diambil sejak dini. “Kalau itu sebaiknya kita putuskan saja bahwa itu memang tidak perlu kita laksanakan pada saat ini,” tegasnya. Argumentasi ini didasarkan pada realitas lapangan di mana ribuan siswa kehilangan akses belajar, buku, dan bahkan tempat tinggal, sehingga persiapan menuju evaluasi akademik menjadi mustahil dilakukan.
Respons Pemerintah: Relaksasi Kebijakan
Menanggapi desakan tersebut, Mendikdasmen Abdul Mu’ti memberikan sinyal positif. Ia menegaskan bahwa kementeriannya tengah menyiapkan kebijakan khusus berupa “relaksasi” bagi wilayah bencana. Mu’ti menekankan bahwa TKA sejatinya bukan instrumen wajib yang kaku, sehingga penyesuaian sangat dimungkinkan demi mengakomodasi kondisi darurat.
Kementerian juga menyoroti hasil evaluasi TKA jenjang SMA yang telah dilaksanakan November lalu, di mana nilai matematika siswa tercatat “jeblok”. Hal ini menjadi cerminan bahwa tanpa bencana pun, siswa menghadapi kesulitan, apalagi jika ditambah beban trauma pascabencana.

Perspektif Pengamat: Prioritaskan Pemulihan di Atas Evaluasi
Dukungan terhadap usulan DPR juga datang dari para ahli pendidikan. Pengamat pendidikan, Bukik Setiawan, menyarankan agar TKA di daerah bencana ditunda sepenuhnya hingga sarana dan prasarana pulih. Menurutnya, situasi darurat menuntut fokus pada pemulihan fisik dan mental, bukan pada standarisasi nilai.
Senada dengan Bukik, Prof. Hendra Gunawan, Ph.D., pakar matematika dari ITB, menyoroti aspek kesiapan yang layak sebagai syarat mutlak evaluasi. Ia mengkritik sistem yang selama ini cenderung seragam dan terpusat. Hendra mengusulkan desentralisasi kurikulum yang memungkinkan setiap daerah, termasuk yang rawan bencana, untuk memilih opsi pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi mereka, alih-alih dipaksa mengikuti standar nasional yang seragam di saat krisis.
Kesimpulannya, bencana Sumatera menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi ulang fleksibilitas sistem pendidikan nasional. Kebijakan penundaan TKA bukan sekadar masalah teknis jadwal, melainkan wujud keberpihakan negara pada sisi kemanusiaan siswa yang sedang berduka. Prioritas utama saat ini adalah memastikan anak-anak kembali merasa aman dan sekolah kembali berdiri, sebelum menuntut mereka untuk berprestasi di atas kertas.





