Business
Dilema Pasar Modal Akhir Tahun: Menyambut Santa Claus Rally di Tengah Bayang-bayang Libur Panjang

Semarang (usmnews) – Dikutip dari cnbcindonesia.com Memasuki pekan terakhir di bulan Desember 2025, atmosfer di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai diwarnai dengan spekulasi klasik yang selalu dinantikan pelaku pasar: Santa Claus Rally. Fenomena ini secara historis merujuk pada kecenderungan naiknya harga saham di pasar modal selama lima hari perdagangan terakhir di bulan Desember dan dua hari pertama di bulan Januari tahun baru. Namun, tahun ini, optimisme tersebut berbenturan dengan kewaspadaan menghadapi libur panjang (long weekend), menciptakan kebimbangan bagi para investor: apakah ini saatnya membeli saham atau justru “kabur” menyelamatkan keuntungan yang sudah ada?
Memahami Magnet Santa Claus Rally

Bagi banyak investor, Santa Claus Rally bukan sekadar mitos, melainkan peluang musiman yang didorong oleh beberapa faktor fundamental dan psikologis:
• Aksi Window Dressing: Manajer investasi biasanya melakukan upaya untuk mempercantik portofolio mereka di akhir tahun agar laporan kinerja terlihat lebih impresif bagi para nasabah.
• Optimisme Musiman: Libur akhir tahun sering kali meningkatkan konsumsi masyarakat dan menumbuhkan sentimen positif terhadap pertumbuhan ekonomi di tahun mendatang.
• Volume Perdagangan yang Rendah: Saat banyak trader besar berlibur, volume transaksi yang menipis terkadang memudahkan harga untuk terdorong ke zona hijau dengan tekanan beli yang tidak terlalu masif.
Risiko Libur Panjang dan Ketidakpastian Global
Meskipun godaan rally sangat kuat, artikel riset ini menyoroti risiko signifikan yang mengintai di balik “jeda” perdagangan. Libur panjang akhir tahun berarti pasar saham dalam negeri akan tutup selama beberapa hari. Di sisi lain, pasar global seperti Wall Street tetap bergerak.
Risiko utamanya adalah ketimpangan informasi. Jika terjadi sentimen negatif secara mendadak di pasar global saat bursa domestik tutup—misalnya terkait data inflasi terbaru di Amerika Serikat atau ketegangan geopolitik—investor lokal tidak dapat melakukan reaksi cepat. Hal ini sering kali mengakibatkan terjadinya gap down (penurunan harga yang tajam saat bursa kembali dibuka), yang bisa menghapus potensi keuntungan dari rally sebelumnya.
Analisis Strategis: Buy atau Profit Taking?
Riset tersebut menyarankan investor untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap profil risiko masing-masing sebelum mengambil keputusan. Berikut adalah dua skenario yang bisa dipertimbangkan:
1. Skenario “Buy” (Beli): Cocok bagi investor dengan cakrawala waktu jangka menengah hingga panjang yang meyakini bahwa fundamental ekonomi Indonesia di tahun 2026 akan tetap solid. Bagi kelompok ini, fluktuasi jangka pendek akibat libur panjang dianggap sebagai kebisingan pasar semata. Saham-saham blue chip di sektor perbankan dan konsumsi biasanya menjadi incaran utama dalam skenario ini.
2. Skenario “Kabur” atau Wait and See: Disarankan bagi trader harian atau mereka yang sudah mengantongi floating profit cukup besar dari kenaikan pasar sejak November. Melakukan aksi ambil untung (profit taking) sebelum libur panjang adalah langkah defensif untuk mengamankan kas dan menghindari risiko ketidakpastian global selama bursa tutup.

Kesimpulan dan Proyeksi Teknis
Secara teknis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir 2025 ini berada pada titik krusial. Jika indeks mampu bertahan di atas level dukungan (support) kuatnya meskipun volume melandai, maka potensi Santa Claus Rally tetap terbuka lebar. Namun, disiplin dalam memasang stop loss tetap menjadi kewajiban mutlak.
Investor diingatkan bahwa pasar modal adalah tentang probabilitas, bukan kepastian. Menikmati libur akhir tahun dengan pikiran tenang sering kali lebih berharga daripada memaksakan posisi di pasar yang sedang penuh ketidakpastian.







