Tech
BMKG Peringatkan Potensi Cuaca Ekstrem Akibat Laut Hangat dan Monsun Asia

Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNN Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini terkait hujan ekstrem yang telah mengguyur berbagai wilayah di Indonesia. Kondisi cuaca ini diprediksi akan terus berlanjut selama beberapa hari ke depan, menuntut kewaspadaan tinggi dari masyarakat dan pemerintah daerah.
Dalam analisis terbarunya, BMKG mengungkap bahwa peningkatan curah hujan yang signifikan ini dipicu oleh kombinasi beberapa faktor atmosfer dan kelautan. Dua faktor utama yang paling berpengaruh adalah suhu muka laut (SML) yang lebih hangat dari rata-rata normal serta dimulainya periode aktif monsun Asia.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa kondisi laut dan atmosfer saat ini menunjukkan anomali yang perlu diwaspadai dampaknya. Dalam konferensi pers di Jakarta pada hari Sabtu (1/11), Dwikorita memaparkan data bahwa suhu perairan di wilayah Indonesia saat ini tercatat mengalami anomali, berkisar antara 0,5 hingga 3 derajat Celsius lebih hangat dibandingkan kondisi normalnya.
Menurut Dwikorita, suhu muka laut yang lebih tinggi ini menjadi pemicu utama meningkatnya curah hujan. “Suhu muka laut yang lebih tinggi akan memperkuat proses penguapan dan meningkatkan pembentukan awan hujan. Ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan curah hujan meningkat di berbagai wilayah,” ujar Dwikorita, sebagaimana dilansir oleh Antara.

Proses pembentukan awan hujan ini semakin diperkuat oleh faktor kedua, yaitu aktifnya angin monsun Asia yang telah berhembus sejak awal November. Angin monsun ini berperan penting dalam membawa massa udara yang sangat lembab, yang bersumber dari Samudra Hindia, melintasi kepulauan Indonesia. Akibatnya, ketersediaan uap air di atmosfer menjadi sangat melimpah. Kombinasi antara lautan yang hangat (menyediakan energi dari penguapan) dan monsun yang aktif (membawa pasokan uap air) inilah yang membuat pembentukan awan hujan menjadi jauh lebih intensif dan meluas.
Lebih lanjut, Dwikorita menyebutkan adanya faktor tambahan yang memperumit situasi, yaitu terdeteksinya fenomena La Niña berkategori lemah. Fenomena ini, yang sudah terdeteksi sejak Oktober dengan indeks di angka minus 0,61, diperkirakan akan memperpanjang durasi musim hujan tahun ini. “Kondisi ini akan memperpanjang musim hujan dan meningkatkan frekuensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat,” jelasnya. BMKG bahkan memprediksi La Niña lemah ini akan bertahan cukup lama, yakni hingga Maret 2026.
BMKG juga telah memetakan wilayah-wilayah yang memiliki potensi tertinggi untuk mengalami hujan lebat hingga ekstrem. Fokus kewaspadaan diarahkan pada Jawa bagian barat dan tengah, Sumatera bagian barat, serta Kalimantan bagian barat. Wilayah-wilayah ini dinilai memiliki risiko tinggi terhadap bencana hidrometeorologi, seperti banjir, genangan perkotaan, dan tanah longsor.
Periode puncak musim hujan tahun ini diperkirakan akan berlangsung antara bulan November 2025 hingga Februari 2026. Oleh karena itu, Dwikorita mengimbau seluruh pemerintah daerah dan lapisan masyarakat untuk segera meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi bencana. Ia menekankan pentingnya sinergi antara lembaga penanggulangan bencana, pemda, dan masyarakat, serta mengimbau publik untuk terus memantau perkembangan informasi cuaca terkini melalui kanal-kanal resmi BMKG.







