Connect with us

Lifestyle

Bahaya Tersembunyi di Balik Duet Karbohidrat: Mengapa Mencampur Nasi dan Mi Instan Mengancam Kesehatan Metabolik

Published

on

​Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNA.id Di Indonesia, mencampurkan nasi putih ke dalam semangkuk mi instan yang hangat sering dianggap sebagai kenikmatan ganda yang mengenyangkan. Fenomena ini begitu lumrah hingga menjadi standar “makanan nyaman” bagi banyak orang. Namun, di balik rasa kenyang yang instan tersebut, para ahli kesehatan memperingatkan adanya dampak fisiologis serius yang mengintai, khususnya terkait lonjakan kadar gula darah secara drastis dan peningkatan tekanan darah.

​Bom Waktu Gula Darah​Masalah utama dari kombinasi ini terletak pada komposisi nutrisinya. Mi instan pada dasarnya adalah produk olahan dengan indeks glikemik yang tinggi, kaya akan karbohidrat sederhana, namun sangat minim nutrisi penting lainnya. Ketika Anda menambahkan nasi—sumber karbohidrat lain—ke dalamnya, Anda secara efektif menggandakan beban glikemik tubuh dalam satu kali makan.​

Menurut laporan The Korea Times, situasi ini diperburuk oleh cara kita mengonsumsinya. Saat nasi dicampurkan ke dalam kuah mi yang panas, tekstur nasi menjadi lunak dan bercampur dengan cairan. Kondisi ini memicu kecenderungan untuk menelan makanan langsung tanpa proses pengunyahan yang memadai. Padahal, mengunyah adalah tahap awal pencernaan yang penting.

Akibatnya, karbohidrat masuk ke sistem pencernaan dalam bentuk yang sangat mudah diserap, memicu lonjakan glukosa darah yang jauh lebih cepat dibandingkan jika memakan nasi secara terpisah dengan lauk padat.​

Situasi ini menjadi lingkaran setan ketika kita menyadari bahwa menu ini sering kali “berdiri sendiri” tanpa pendamping serat seperti sayuran. Absennya serat—yang seharusnya berfungsi sebagai “rem” untuk memperlambat penyerapan gula—membuat glukosa membanjiri aliran darah tanpa hambatan, meningkatkan risiko resistensi insulin dan diabetes di kemudian hari.

​Efek Cairan: Dari Kuah Mi hingga Jus Buah​ Para ahli juga menyoroti bahaya dari komponen cair dalam makanan kita. Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) serta Asosiasi Diabetes Korea menarik paralel menarik antara kuah mi dan jus buah. Meskipun buah sehat, ketika diubah menjadi jus, seratnya hilang dan gulanya diserap seketika.

Prinsip yang sama berlaku untuk nasi dalam kuah mi; bentuknya yang semi-cair mempercepat laju pengosongan lambung (gastric emptying), yang lagi-lagi bermuara pada lonjakan gula darah.​

Selain itu, kuah mi instan menyimpan bahaya lain: Natrium. Kadar garam yang sangat tinggi dalam bumbu dan kuah tidak hanya memicu hipertensi (tekanan darah tinggi), tetapi juga berpotensi mengiritasi lapisan lambung jika dikonsumsi berlebihan. Oleh karena itu, jika Anda sulit melepaskan kebiasaan makan mi dengan nasi, kompromi terbaik yang disarankan ahli adalah dengan tidak meminum kuahnya.

​Strategi Makan Cerdas: Urutan dan Kecepatan​Mengelola kesehatan metabolik bukan sekadar tentang “apa” yang dimakan, tetapi juga “bagaimana” cara memakannya. Kecepatan makan memegang peranan krusial. Tubuh membutuhkan waktu untuk memproses sinyal kenyang dan memecah nutrisi secara bertahap. Disarankan untuk meluangkan waktu minimal 20 menit untuk menghabiskan satu porsi makanan.​

Untuk membantu memperlambat proses makan dan menstabilkan gula darah, para ahli gizi merekomendasikan beberapa langkah taktis:

​Ubah Alat Makan: Gunakan sumpit alih-alih sendok. Penggunaan sumpit secara alami memaksa kita mengambil suapan yang lebih kecil dan memakan waktu lebih lama, mencegah kita makan terlalu lahap.

​Prioritaskan Urutan Makan (Food Sequencing): Jangan langsung menyantap karbohidrat. Mulailah dengan serat (sayuran) dan protein (telur, daging, kacang-kacangan). Serat akan melapisi lambung dan memperlambat penyerapan glukosa dari karbohidrat yang dimakan setelahnya.

​Pilih Biji-bijian Utuh: Mengganti nasi putih dengan nasi merah, nasi campur gandum, atau roti gandum utuh dapat memberikan profil gula darah yang lebih stabil.

​Meskipun langkah-langkah ini terdengar merepotkan dan mengubah kebiasaan lama, para pakar menegaskan bahwa disiplin kecil ini adalah investasi jangka panjang yang terbukti efektif untuk mencegah diabetes dan menjaga kesehatan jantung.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *