Nasional
Badan Gizi Nasional Bantah Lepas Tangan bila Ada Keracunan MBG Brebes

Jakarta (usmtv) – Polemik seputar Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencuat setelah beredarnya surat pernyataan dari Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Brebes. Surat tersebut, yang berlogo Kementerian Agama (Kemenag) Brebes, menimbulkan kekhawatiran publik karena seolah-olah mengalihkan tanggung jawab jika terjadi masalah, seperti keracunan makanan. Menanggapi hal ini, Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Koordinator Wilayah (Korwil) Brebes, Arya Dewa Nugroho, membantah keras bahwa BGN akan lepas tangan bila ada insiden. Menurutnya, informasi yang beredar tidak benar dan BGN tetap bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan program.
Arya menjelaskan bahwa surat yang beredar itu sebenarnya adalah formulir untuk mendata kondisi kesehatan dan alergi siswa, bukan untuk membebaskan tanggung jawab pihak mana pun. Setelah polemik ini mencuat, pihak BGN dan MTsN 2 Brebes melakukan mediasi. Hasilnya, pihak sekolah sepakat untuk menarik kembali angket tersebut dan memberikan penjelasan kepada para wali murid bahwa tujuan utamanya adalah untuk mendata alergi siswa.
Kepala MTsN 2 Brebes, Syamsul Maarif, membenarkan bahwa angket tersebut bertujuan untuk memastikan kesiapan siswa menerima program MBG. Ia menambahkan bahwa formulir itu juga dimaksudkan untuk mengantisipasi potensi risiko seperti gangguan pencernaan atau reaksi alergi yang mungkin timbul.

Secara spesifik, surat pernyataan yang menuai kontroversi itu meminta persetujuan wali murid untuk menerima program MBG, namun dengan sejumlah persyaratan yang dinilai memberatkan. Wali murid diminta untuk menyadari dan menanggung sendiri risiko yang mungkin timbul di kemudian hari. Beberapa risiko yang tercantum dalam surat tersebut meliputi: gangguan pencernaan, reaksi alergi, kontaminasi makanan ringan, ketidakcocokan makanan dengan kondisi kesehatan anak, hingga keracunan makanan yang di luar kendali pihak sekolah atau panitia. Bahkan, ada poin yang menyebutkan wali murid harus membayar ganti rugi sebesar Rp 80.000 jika tempat makan rusak atau hilang.
Dengan adanya poin-poin tersebut, wali murid yang setuju menerima program diminta untuk tidak menuntut secara hukum pihak sekolah atau panitia, selama penyelenggara sudah menjalankan prosedur sesuai standar. Terlepas dari klarifikasi yang diberikan, isi surat tersebutlah yang menjadi pemicu utama kegaduhan, karena secara eksplisit mengalihkan risiko kepada wali murid.
Mengingat adanya klarifikasi dan mediasi, apakah ada informasi lebih lanjut mengenai revisi atau format baru untuk formulir yang akan digunakan?