Connect with us

Business

Badai Turbulensi Industri Penerbangan 2025, Sorotan INACA Terhadap Skandal Carter Ilegal hingga Jeratan Biaya Operasional

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari kompas.com Sepanjang tahun 2025, industri penerbangan Indonesia menghadapi tantangan berat yang datang dari berbagai sisi, mulai dari masalah regulasi, pelanggaran hukum, hingga tekanan ekonomi makro. Hal ini diungkapkan secara gamblang oleh Indonesia National Air Carriers Association (INACA) dalam laporan akhir tahunnya. Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, pada Selasa (30/12/2025), menyoroti dua isu krusial yang menjadi penghambat utama pertumbuhan sektor ini: maraknya praktik penerbangan carter ilegal dan lonjakan biaya operasional yang tidak terkendali.

​Skandal Carter Ilegal dan Kasus Profil Tinggi

​Salah satu isu paling menonjol yang diangkat INACA adalah menjamurnya penerbangan carter tak berizin (ilegal) di langit Indonesia. Praktik ini tidak hanya merugikan operator resmi yang patuh pada aturan, tetapi juga menimbulkan masalah hukum dan etika yang serius. Denon secara spesifik menyinggung kasus penyewaan jet pribadi yang melibatkan pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai contoh nyata bagaimana praktik ini masuk ke ranah pejabat publik.

​Kasus yang kini tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut menyeret nama Ketua KPU Afifuddin beserta empat anggotanya—Idham Holik, Persada Harahap, August Mellaz, dan Yulianto Sudrajat. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebelumnya telah menyidangkan pelanggaran etik terkait penyewaan jet pribadi ini, yang diketahui menelan anggaran negara hingga Rp 90 miliar untuk kontrak periode Januari-Februari 2024. Besarnya nilai tersebut menyoroti betapa signifikannya perputaran uang dalam ekosistem penerbangan tidak berjadwal yang perlu diawasi lebih ketat.

​Ketimpangan Biaya Operasional dan Pendapatan

​Di luar isu legalitas, maskapai penerbangan nasional terjepit dalam kondisi finansial yang mencekik. Struktur biaya operasional maskapai saat ini dinilai sudah jauh melampaui Tarif Batas Atas (TBA) yang ditetapkan pemerintah sejak tahun 2019. Selama enam tahun terakhir, tidak ada penyesuaian regulasi tarif, padahal indikator ekonomi telah berubah drastis.

Foto: kompas.com

​Denon memaparkan data komparatif yang mengkhawatirkan antara tahun 2019 dan 2025:

  1. Pelemahan Nilai Tukar: Pada 2019, rata-rata kurs dolar AS berada di angka Rp 14.136. Namun, pada 2025, rupiah melemah tajam menjadi Rp 16.449 per dolar AS. Mengingat 70 persen komponen biaya operasional maskapai (seperti sewa pesawat, asuransi, dan perawatan) dibayarkan dalam dolar AS, sementara pendapatan tiket diterima dalam rupiah, selisih kurs ini memukul neraca keuangan maskapai secara telak.
  2. Lonjakan Harga Avtur: Harga bahan bakar pesawat (avtur) juga mengalami kenaikan signifikan sebesar 34 persen. Dari Rp 10.442 per liter di tahun 2019, melonjak menjadi Rp 13.968 per liter di tahun 2025.

​Beban Pajak Suku Cadang

​Masalah semakin pelik dengan adanya kebijakan fiskal yang membebani perawatan armada. Maskapai masih dikenakan bea masuk untuk suku cadang (spareparts) pesawat dengan besaran 2,5 persen hingga 25 persen. Tarif ini berlaku untuk 349 kode HS atau mencakup sekitar 74 persen dari total 472 kode HS suku cadang yang dibutuhkan. Akumulasi dari tingginya harga avtur, selisih kurs, dan pajak suku cadang inilah yang memicu persepsi di masyarakat bahwa harga tiket domestik jauh lebih mahal dibandingkan penerbangan internasional.

​Harapan pada Pemerintah dan Kontribusi Ekonomi

​Menutup laporannya, INACA melayangkan permohonan mendesak kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan intervensi penyelamatan. Asosiasi menekankan bahwa industri penerbangan adalah urat nadi ekonomi yang, menurut IATA, berkontribusi sebesar 4,6 persen terhadap PDB nasional atau setara dengan 62,6 miliar dolar AS.

​INACA merekomendasikan langkah konkret berupa perlindungan maskapai dari fluktuasi kurs, penurunan harga avtur, penghapusan PPN serta bea masuk suku cadang, dan yang terpenting, penyesuaian Tarif Batas Atas (TBA) yang proporsional untuk berbagai rute. Langkah-langkah ini dinilai vital untuk menyehatkan kembali iklim bisnis penerbangan Indonesia agar tetap kompetitif dan berkelanjutan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *