Connect with us

International

Ambisi Tersembunyi Vladimir Putin: Mengapa Perang di Ukraina Diprediksi Belum Akan Usai?

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip Sindo.news Laporan intelijen Amerika Serikat terbaru mengungkapkan temuan yang cukup mengkhawatirkan terkait konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina. Meskipun saat ini tengah berlangsung berbagai upaya diplomatik untuk mencapai kesepakatan damai, data intelijen menunjukkan bahwa Presiden Vladimir Putin sebenarnya belum menggeser target utamanya. Putin diyakini masih memiliki ambisi besar untuk menguasai seluruh wilayah Ukraina dan memulihkan pengaruh Rusia atas negara-negara yang dahulu merupakan bagian dari blok Uni Soviet.

Terdapat kontradiksi yang tajam antara laporan intelijen ini dengan narasi yang dibangun oleh pemerintahan Donald Trump. Di satu sisi, pihak Trump dan tim negosiatornya menyatakan bahwa pemimpin Rusia tersebut sangat ingin mengakhiri peperangan. Namun, temuan intelijen yang dihimpun hingga akhir September memberikan gambaran yang berlawanan. Setidaknya ada empat indikasi utama yang memperkuat dugaan bahwa tujuan perang Putin tidak berubah:

Pertama, adanya hasrat geopolitik untuk mengembalikan kejayaan kekaisaran Soviet. Para pemimpin di Eropa, terutama di Polandia dan negara-negara Baltik, merasa sangat terancam karena mereka yakin bahwa ambisi Putin tidak akan berhenti di Ukraina saja. Mereka melihat Ukraina hanyalah langkah awal sebelum Rusia mencoba merambah wilayah lain yang kini menjadi anggota NATO.

Kedua, realitas penguasaan wilayah di lapangan saat ini masih sangat terbatas bagi Rusia. Moskow baru mengendalikan sekitar 20 persen wilayah Ukraina, yang mencakup Krimea dan sebagian besar wilayah industri di Donbas. Bagi Putin, pencapaian ini dianggap belum cukup untuk memenuhi target strategisnya. Tekanan dari pihak luar agar Ukraina menyerahkan wilayah yang dikuasai Rusia sebagai syarat damai pun masih mendapat penolakan keras dari Presiden Volodymyr Zelenskyy.

Ketiga, perbedaan pandangan di internal pemerintahan AS sendiri. Di saat pejabat Gedung Putih mengklaim kemajuan dalam proses perdamaian, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard memberikan catatan penting bahwa meskipun Rusia ingin menghindari konflik langsung yang lebih besar dengan Eropa, kapasitas militer mereka saat ini sebenarnya masih terbatas untuk bisa menguasai seluruh Ukraina secara total dalam waktu singkat.

Keempat, retorika publik Putin yang sering kali meremehkan kepemimpinan Ukraina menunjukkan bahwa ia tidak memandang pemerintah Kyiv sebagai mitra sejajar dalam perundingan. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap upaya gencatan senjata mungkin hanya dianggap sebagai jeda taktis sebelum Rusia melancarkan serangan berikutnya demi mencapai tujuan akhir mereka: hegemoni penuh di kawasan Eropa Timur.

Secara keseluruhan, meskipun meja perundingan mulai disiapkan, bayang-bayang ambisi ekspansionis Rusia tetap menjadi ganjalan utama bagi terciptanya perdamaian yang permanen di kawasan tersebut. Banyak pihak tetap waspada bahwa janji-janji damai mungkin saja hanyalah strategi diplomasi sementara di tengah persiapan perang yang lebih panjang.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *