Connect with us

Lifestyle

Efektivitas dan Risiko Diet Telur Rebus bagi Penurunan Berat Badan: Tinjauan Pakar Gizi

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip Merdeka.com Diet telur rebus kini tengah menjadi perbincangan hangat dan populer di kalangan masyarakat sebagai salah satu metode instan untuk memangkas berat badan. Kepopuleran program diet ini tidak lepas dari profil nutrisi telur yang kaya protein serta biaya yang sangat terjangkau. Konsep dasarnya cukup sederhana: pelaku diet menjadikan telur rebus sebagai sumber makanan utama harian, yang kemudian dipadukan dengan sayuran rendah karbohidrat dan sumber protein rendah lemak lainnya. Popularitas diet ini bahkan semakin terangkat setelah beberapa selebritas dunia, termasuk aktris ternama Nicole Kidman, dikabarkan pernah menjalaninya untuk mendapatkan hasil yang cepat.

Secara teknis, metode ini mengharuskan seseorang mengonsumsi setidaknya dua hingga tiga butir telur setiap hari, terutama pada waktu sarapan. Untuk makan siang dan malam, telur tetap bisa dikonsumsi atau diganti dengan daging ayam, ikan, atau daging sapi tanpa lemak, yang disajikan bersama sayuran berkarbohidrat rendah. Meskipun terlihat sangat efektif untuk menurunkan angka timbangan dalam waktu singkat, para ahli gizi memberikan catatan penting. Mereka menilai bahwa diet ini termasuk dalam kategori diet ketat yang sangat membatasi variasi makanan, sehingga berpotensi membuat tubuh kekurangan nutrisi esensial lainnya.

Mekanisme kerja diet telur rebus mirip dengan diet rendah karbohidrat lainnya. Tingginya kandungan protein dalam telur dipercaya mampu memberikan efek kenyang yang lebih lama, sehingga secara otomatis menekan keinginan seseorang untuk makan berlebihan atau mengonsumsi camilan manis. Dalam aturan mainnya, pelaku diet dilarang mengonsumsi makanan manis dan hanya diperbolehkan minum air putih atau minuman nol kalori. Kesederhanaan dalam menyusun menu tanpa perlu menghitung kalori dengan rumit menjadi daya tarik utama bagi banyak orang untuk mencobanya.

Para ahli lebih cenderung mengategorikan diet telur rebus sebagai “diet kilat” atau crash diet. Penurunan berat badan yang terjadi di awal masa diet biasanya bukan disebabkan oleh hilangnya lemak tubuh, melainkan akibat berkurangnya kadar cairan dalam tubuh. Hal ini sangat berisiko menimbulkan fenomena “efek yo-yo”, di mana berat badan akan kembali naik dengan cepat setelah seseorang berhenti menjalani diet tersebut dan kembali ke pola makan semula. Rasa frustrasi dan perilaku makan berlebihan sering kali menjadi dampak psikologis bagi pelaku diet yang terlalu membatasi asupan makanannya.

Sebagai kesimpulan, para pakar menyarankan agar masyarakat tidak bergantung pada solusi instan seperti diet telur rebus untuk jangka panjang. Alih-alih melakukan perubahan drastis yang sulit dipertahankan, lebih baik mengadopsi gaya hidup sehat yang berkelanjutan. Pola makan seimbang seperti diet Mediterania, yang mengombinasikan sayuran, buah-buahan, biji-bijian utuh, serta protein sehat, jauh lebih direkomendasikan. Penurunan berat badan yang sehat memerlukan konsistensi, aktivitas fisik yang teratur, serta pemenuhan nutrisi yang beragam agar kesehatan tubuh tetap terjaga secara optimal.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *