Connect with us

Lifestyle

Krisis Demografi Korea Selatan, Ribuan Sekolah Menjadi Saksi Bisu Menyusutnya Generasi Baru

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNBC Indonesia, Korea Selatan kini berada di titik kritis dalam menghadapi fenomena “resesi seks” yang berdampak sistemik terhadap infrastruktur pendidikan mereka. Laporan terbaru mengungkapkan sebuah fakta yang mengejutkan: sekitar 4.000 sekolah di seluruh penjuru negeri terpaksa berhenti beroperasi atau tutup secara permanen. Hal ini terjadi karena jumlah pendaftar siswa baru terus merosot tajam, menyusul angka kelahiran yang terus mencetak rekor terendah dari tahun ke tahun.

​Dampak Nyata di Sektor Pendidikan

​Fenomena penutupan sekolah ini bukan lagi sekadar ancaman di masa depan, melainkan realitas pahit yang sedang terjadi. Sebagian besar sekolah yang ditutup berada di wilayah pedesaan yang memang sudah lama mengalami penyusutan populasi. Namun, tren ini mulai merambah ke wilayah perkotaan besar, termasuk pinggiran Seoul.

​Banyak bangunan sekolah yang dulunya ramai dengan suara anak-anak, kini berubah menjadi “gedung hantu” atau dialihfungsikan menjadi pusat perawatan lansia—sebuah ironi yang menggambarkan pergeseran struktur demografi Korea Selatan yang menua dengan cepat.

​Akar Masalah: Mengapa Resesi Seks Terjadi?

​Penyebab utama dari kosongnya ruang-ruang kelas ini adalah keengganan generasi muda Korea Selatan untuk menikah dan memiliki anak. Beberapa faktor kunci yang mendorong tren ini meliputi:

  • Beban Ekonomi yang Berat: Biaya hidup yang tinggi, terutama harga properti di kota-kota besar, membuat banyak pasangan merasa tidak mampu secara finansial untuk membangun keluarga.
  • Persaingan Akademik dan Karier: Budaya kerja yang sangat kompetitif menuntut waktu dan energi yang besar, sehingga banyak individu lebih memilih fokus pada karier demi bertahan hidup di tengah tekanan ekonomi.
  • Biaya Pendidikan Anak: Korea Selatan dikenal dengan biaya les privat (hagwon) yang sangat mahal. Orang tua sering merasa terbebani secara mental dan finansial untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak mereka.
  • Perubahan Nilai Sosial: Pandangan terhadap pernikahan telah bergeser. Banyak perempuan Korea Selatan kini lebih memprioritaskan kemandirian dan kebebasan pribadi dibandingkan peran domestik tradisional.

​Tantangan bagi Pemerintah

​Pemerintah Korea Selatan sebenarnya telah mengucurkan dana hingga miliaran dolar dalam bentuk subsidi dan insentif bagi pasangan yang memiliki anak. Namun, langkah-langkah tersebut tampaknya belum mampu membalikkan keadaan selama masalah struktural seperti budaya kerja dan ketimpangan ekonomi belum terselesaikan sepenuhnya.

​Jika tren ini berlanjut, penutupan 4.000 sekolah ini hanyalah awal dari krisis yang lebih besar, yang akan berdampak pada kekurangan tenaga kerja kronis dan beban jaminan sosial yang berat di masa depan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *