Connect with us

Lifestyle

Mengungkap Fakta di Balik “Jalan Tol”: Lebih dari Sekadar Jalan Bebas Hambatan

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNBC Indonesia, Jalan tol telah menjadi nadi vital bagi infrastruktur transportasi di Indonesia, memfasilitasi jutaan kendaraan setiap harinya untuk memangkas waktu tempuh antarkota maupun di dalam kota.

Namun, di balik familiaritas masyarakat dengan infrastruktur ini, terdapat sebuah fakta linguistik yang jarang diketahui publik. Mayoritas masyarakat menganggap kata “tol” adalah kata serapan murni dari bahasa asing atau sekadar istilah teknis. Padahal, merujuk pada ulasan CNBC Indonesia yang mengutip laman resmi Daihatsu, kata “TOL” di Indonesia sebenarnya dipahami sebagai sebuah akronim atau singkatan dari “Tax On Location”.

Makna “Tax On Location” dan Mekanismenya

Secara harfiah, Tax On Location dapat diterjemahkan sebagai penarikan pajak di lokasi. Definisi ini menjelaskan mekanisme dasar operasional jalan tol itu sendiri: setiap pengguna jalan dikenakan kewajiban membayar sejumlah tarif (pajak/retribusi) secara langsung di titik-titik tertentu (gerbang tol) saat mereka melintasi infrastruktur tersebut.

Tarif ini bervariasi tergantung pada golongan kendaraan dan jarak tempuh yang dilalui. Konsep ini menegaskan bahwa jalan tol adalah fasilitas premium yang berbayar, berbeda dengan jalan umum nasional yang dibiayai sepenuhnya oleh pajak negara tanpa pungutan langsung di lokasi.

Sejarah Panjang Infrastruktur Tol di Nusantara

Memahami jalan tol tidak lengkap tanpa menengok sejarah awalnya. Indonesia mulai mengenal sistem jalan berbayar ini pada tahun 1978. Tonggak sejarah ini ditandai dengan peresmian Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi) sepanjang 59 kilometer (termasuk jalan akses). Jagorawi menjadi pionir yang membuka era baru konektivitas modern di tanah air, menghubungkan ibu kota dengan wilayah penyangga di selatannya, serta dikelola secara profesional di bawah pengawasan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR.

Gurita Bisnis Jalan Tol: Magnet bagi Konglomerat

Selain aspek sejarah dan etimologi, industri jalan tol telah bertransformasi menjadi lahan investasi strategis yang menarik minat para konglomerat besar di Indonesia. Sektor ini dinilai menjanjikan keuntungan jangka panjang yang stabil karena sifatnya sebagai kebutuhan publik.

Beberapa nama besar yang mendominasi sektor ini antara lain:

  • Jusuf Hamka: Melalui PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), beliau dikenal sebagai “Raja Tol” dengan kepemilikan tujuh ruas tol strategis, termasuk di kawasan Jabodetabek. CMNP sendiri tercatat sebagai perusahaan swasta pertama yang berkecimpung di bisnis jalan tol Indonesia.
  • Grup Salim: Di bawah komando Anthoni Salim, grup ini juga menjadi pemain kunci dalam infrastruktur jalan berbayar.
  • Agung Sedayu Group: Milik Sugianto Kusuma (Aguan), yang kini tengah berekspansi dengan proyek ambisius Tol Kamal-Teluknaga-Rajeg senilai lebih dari Rp23 triliun. Proyek yang ditargetkan rampung pada 2025 ini akan menghubungkan Kabupaten Tangerang dengan Jakarta Utara.
  • Sinar Mas Land: Turut ambil bagian melalui PT Trans Bumi Serbaraja yang mengelola Tol Serpong-Balaraja, memperkuat konektivitas di wilayah properti yang mereka kembangkan.

Fakta bahwa “TOL” merupakan singkatan dari Tax On Location memberikan perspektif baru bagi masyarakat. Saat kita menempelkan kartu uang elektronik di gerbang tol, kita sejatinya sedang melakukan transaksi “pajak lokasi” untuk menikmati fasilitas jalan yang bebas hambatan dan lebih efisien.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *