Connect with us

Nasional

Mengungkap Pasal yang Bikin Bupati Aceh Selatan Diberhentikan Selama 3 Bulan

Published

on

Jakarta (usmnews) di kutip dari detiknews Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memberhentikan sementara Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, selama tiga bulan telah menjadi sorotan publik dan menimbulkan perdebatan mengenai kepatuhan pejabat publik terhadap aturan dan etika pemerintahan, terutama dalam situasi darurat bencana. Peristiwa yang dilaporkan oleh Kompas.com pada 11 Desember 2025 ini menguak kronologi dan dasar hukum di balik sanksi administratif berat yang dijatuhkan kepada pemimpin daerah tersebut.

Pelanggaran Kewajiban dalam Keadaan Darurat

Bupati Mirwan MS, yang merupakan hasil pemilihan kepala daerah serentak untuk masa jabatan 2025-2030, secara resmi diberhentikan sementara dari jabatannya terhitung sejak Selasa, 9 Desember 2025. Alasan utama yang mendasari sanksi ini adalah tindakannya meninggalkan wilayah Provinsi Aceh untuk pergi ke luar negeri, meskipun tujuannya adalah untuk menunaikan ibadah umrah. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran serius karena dilakukan pada saat Provinsi Aceh secara keseluruhan berada dalam status darurat bencana.

Dalam konteks manajemen bencana di Indonesia, kepala daerah memiliki peran krusial sebagai Ketua Satuan Tugas atau penanggung jawab utama di wilayahnya. Keberadaan fisik dan kepemimpinan langsung dari kepala daerah adalah hal yang mutlak diperlukan untuk memastikan koordinasi yang cepat dan efektif, mobilisasi sumber daya, serta pengambilan keputusan darurat yang tepat waktu guna melindungi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Meninggalkan pos saat bencana sedang berlangsung dapat diinterpretasikan sebagai kelalaian dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab primernya sebagai pemegang kendali pemerintahan dan penanggulangan bencana di daerah.

Dasar Hukum dan Ketegasan Menteri Dalam Negeri

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tito Karnavian, secara tegas mengumumkan sanksi tersebut dan membenarkan bahwa telah terjadi pelanggaran berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Kemendagri. Ketegasan ini mencerminkan komitmen pemerintah pusat untuk menegakkan disiplin di kalangan pejabat publik, terutama dalam hal-hal yang berkaitan langsung dengan keselamatan masyarakat dan integritas kepemimpinan daerah.

Pemberhentian sementara selama tiga bulan adalah bentuk sanksi administratif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait dengan larangan dan sanksi bagi kepala daerah. Meskipun artikel ini tidak menyebutkan secara spesifik nomor pasal yang dilanggar, pelanggaran Mirwan MS umumnya terkait dengan:

1. Pelanggaran larangan bepergian ke luar negeri tanpa izin tertulis dari Mendagri, khususnya dalam situasi darurat atau keadaan mendesak di daerahnya.

2. Pelanggaran terhadap kewajiban untuk menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama karena kepergiannya menimbulkan kekosongan kepemimpinan saat dibutuhkan.

3. Pelanggaran terhadap kewajiban untuk menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan, termasuk yang berkaitan dengan manajemen bencana.

Mendagri Tito Karnavian secara eksplisit menyatakan, “Yaitu SK yang pertama mengenai pemberhentian sementara selama 3 bulan kepada saudara Mirwan MS sebagai Bupati Aceh Selatan hasil pemilihan pilkada serentak untuk masa jabatan 2025-2030. Hasil pemeriksaan sudah terjadi pelanggaran , yang mengindikasikan bahwa proses klarifikasi dan investigasi telah dilakukan secara menyeluruh sebelum sanksi dijatuhkan.

Implikasi Sanksi dan Pesan untuk Pejabat Lain

Sanksi pemberhentian sementara ini memiliki implikasi ganda. **Pertama**, secara pemerintahan, jabatan Bupati Aceh Selatan akan diisi oleh Wakil Bupati atau Pejabat Sementara (Pj.) yang ditunjuk untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan, terutama dalam penanganan darurat bencana. **Kedua**, secara politik, keputusan ini mengirimkan pesan yang kuat kepada seluruh kepala daerah di Indonesia bahwa kewajiban dan tanggung jawab dalam kondisi krisis harus diprioritaskan di atas kepentingan pribadi, termasuk ibadah.

Meskipun ibadah umrah adalah hak setiap Muslim, status sebagai kepala daerah menempatkan Mirwan MS pada posisi yang memiliki tanggung jawab hukum dan moral yang lebih tinggi terhadap publik. Dalam kondisi darurat bencana, kepentingan publik dan keselamatan warga negara harus didahulukan. Keputusan Kemendagri ini berfungsi sebagai preseden penting untuk meninjau kembali izin ke luar negeri bagi pejabat daerah, terutama di tengah potensi atau situasi bencana yang sedang terjadi.

Pemberhentian selama tiga bulan merupakan periode yang signifikan, memberikan waktu bagi Bupati Mirwan MS untuk merefleksikan kembali prioritas kepemimpinannya dan bagi masyarakat Aceh Selatan untuk melihat kelanjutan penanganan bencana tanpa kehadiran pemimpin terpilihnya. Sanksi ini menegaskan prinsip **akuntabilitas dan prioritas pelayanan publik** sebagai pilar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *