Nasional
Tragedi Longsor Cilacap: 18 Korban Tewas Ditemukan, 5 Warga Masih dalam Pencarian Intensif

Jakarta (usmnews) – Dikutip CNN Indonesia Bencana tanah longsor dahsyat yang melanda wilayah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, telah memasuki periode krusial operasi pencarian dan pertolongan (SAR), dengan perkembangan terbaru yang fokus pada penemuan korban yang masih hilang. Berdasarkan laporan terakhir, tim SAR gabungan telah berhasil menemukan total 18 jenazah korban meninggal dunia dari timbunan material longsor yang terjadi di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang. Meskipun demikian, upaya pencarian masih terus dilakukan secara intensif karena dilaporkan masih terdapat lima orang warga yang belum ditemukan dan diduga kuat masih tertimbun di lokasi kejadian.
Peristiwa tragis ini diketahui telah terjadi beberapa hari sebelumnya, diperkirakan dipicu oleh intensitas hujan tinggi yang berlangsung berhari-hari, mengakibatkan pergerakan tanah yang masif di perbukitan setempat. Lokasi terdampak paling parah berpusat di beberapa dusun, termasuk Dusun Tarukahan dan Dusun Cibuyut, di mana sejumlah rumah warga tertimbun sepenuhnya. Operasi SAR gabungan yang melibatkan ratusan personel dari berbagai unsur, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Basarnas, TNI, Polri, dan relawan lokal, telah dikerahkan sejak hari pertama bencana.
Memasuki hari ke-7 pencarian, fokus tim SAR adalah menuntaskan evakuasi lima korban yang tersisa. Komandan SAR Mission Coordinator (SMC) di lapangan menjelaskan bahwa pencarian difokuskan di tiga sektor kerja utama, yang dikenal sebagai worksite A1, B1, dan B2. Di area-area ini, tim menggunakan berbagai alat canggih dan berat, termasuk sekitar 25 unit alat berat, drone thermal untuk identifikasi dini, serta belasan anjing pelacak atau unit K9 untuk membantu mendeteksi keberadaan korban di bawah timbunan. Kedalaman timbunan tanah yang mencapai beberapa meter, seperti yang dilaporkan mencapai kedalaman sekitar empat meter, menjadi salah satu tantangan terbesar.

Selain kesulitan teknis, operasi pencarian sering kali terhambat oleh faktor cuaca yang tidak menentu. Laporan menyebutkan bahwa operasi terpaksa dihentikan sementara pada sore hari karena kondisi cuaca yang memburuk dan potensi longsor susulan, mengingat area tersebut masih sangat rawan terhadap pergerakan tanah. Untuk meminimalisir kendala ini, BNPB bahkan telah berkoordinasi dengan BMKG untuk melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), yang bertujuan mengendalikan curah hujan di sekitar lokasi bencana agar proses evakuasi dapat berjalan lebih optimal tanpa jeda yang terlalu lama. Peningkatan kewaspadaan juga terus ditekankan kepada seluruh personel dan warga sekitar.
Dampak dari bencana ini tidak hanya merenggut korban jiwa, tetapi juga menyebabkan kerugian material dan sosial yang signifikan. Data sementara BNPB mencatat bahwa setidaknya 16 rumah warga dilaporkan roboh atau hilang tersapu longsor, dan 25 rumah lainnya berada dalam kondisi terancam. Bencana ini secara langsung memengaruhi sekitar 17 Kepala Keluarga (KK) atau 46 jiwa, sementara ratusan warga lainnya, tercatat sebanyak 133 KK atau 383 jiwa, terpaksa mengungsi di beberapa titik aman, seperti Balai Desa Cibeunying, madrasah, masjid, dan rumah-rumah kerabat. Pemerintah daerah, berkoordinasi dengan pemerintah pusat, telah memulai kajian dan rencana strategis untuk relokasi bagi keluarga yang rumahnya hancur atau berada di zona merah, sebagai langkah mitigasi jangka panjang demi keselamatan warga. Seluruh upaya ini memastikan bahwa sisa lima korban yang hilang dapat segera ditemukan, sembari memastikan pemulihan dan penanganan pascabencana berjalan lancar.







