Connect with us

International

Masa Berlaku Habis: Iran Tak Akan Perpanjang Perjanjian Nuklir JCPOA

Published

on

Teheran secara resmi menyatakan bahwa mereka tidak akan memperpanjang perjanjian nuklir tahun 2015, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), menyusul berakhirnya masa berlaku kesepakatan tersebut pada Sabtu, 18 Oktober. JCPOA merupakan perjanjian penting yang melibatkan Iran dan enam negara kekuatan dunia—Tiongkok, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat—ditambah Uni Eropa, yang bertujuan membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan pencabutan atau keringanan sanksi ekonomi.

Perjanjian JCPOA, yang mulai berlaku efektif pada tahun 2016 setelah ditandatangani pada 2015, merupakan hasil dari Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2231. Dengan habisnya masa berlaku resolusi tersebut, Iran berpendapat bahwa secara hukum internasional, mereka kini bebas dari kewajiban pembatasan program nuklirnya di bawah payung JCPOA.

Pernyataan Resmi Iran

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei, pada Senin (20/10), mengonfirmasi berakhirnya Resolusi DK PBB 2231. Baghaei dengan tegas menyatakan bahwa meskipun resolusi telah berakhir, hak-hak Iran untuk melanjutkan dan memperluas program nuklir damainya, seperti pengayaan uranium, tetap berlaku. Pernyataan ini sekaligus menindaklanjuti surat resmi yang dikirimkan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, kepada PBB pada hari Sabtu, yang secara eksplisit menyatakan bahwa Iran tidak lagi terikat untuk mematuhi pembatasan program nuklir yang sebelumnya disepakati dalam JCPOA. Araghchi menekankan bahwa semua batasan yang berlaku pada program nuklir Teheran kini dianggap tidak relevan lagi.

Lebih lanjut, Iran memanfaatkan momentum ini untuk mengecam tindakan Amerika Serikat yang secara sepihak menarik diri dari JCPOA pada tahun 2018 di bawah masa kepemimpinan pertama Presiden Donald Trump. Trump kala itu beralasan bahwa JCPOA adalah kesepakatan yang buruk dan tidak memadai. Penarikan diri AS ini dianggap Iran sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Sebagai respons atas penarikan diri AS, Iran diketahui mulai membatasi akses pengawasan yang diberikan kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA), lembaga yang ditugaskan di bawah JCPOA untuk memverifikasi kepatuhan Iran.

Dampak pada Status Nuklir Iran di PBB

Kedutaan Besar Iran di Jakarta merilis pernyataan terpisah yang menjelaskan konsekuensi diplomatik dari berakhirnya Resolusi 2231. Menurut Kedubes Iran, dengan berakhirnya resolusi tersebut, isu program nuklir Iran yang selama ini masuk dalam agenda DK PBB di bawah kategori “Non-Proliferasi” kini harus dihapus dari daftar isu yang dipertimbangkan.

Kedubes Iran berargumen bahwa program nuklir Teheran saat ini harus diperlakukan setara dengan program nuklir negara-negara lain yang merupakan pihak dalam Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) dan tidak memiliki senjata nuklir. Tujuan utama dimasukkannya Iran dalam agenda Non-Proliferasi DK PBB adalah untuk menjamin sifat damai dari program nuklir tersebut. Menurut Kedubes Iran, tujuan ini telah sepenuhnya tercapai, sebagaimana dibuktikan oleh ketiadaan laporan dari IAEA yang membantah sifat damai dari program nuklir Teheran.

Terakhir, Iran menegaskan kembali sifat damai program nuklirnya sembari melancarkan kecaman terhadap kegagalan DK PBB dalam mengutuk tindakan agresi militer oleh Israel dan AS terhadap kedaulatan Iran. Kecaman ini secara spesifik merujuk pada serangan yang terjadi terhadap fasilitas nuklir Iran selama agresi pada bulan Juni lalu. Hal ini menggarisbawahi upaya Iran untuk menyeimbangkan posisinya: di satu sisi mengklaim kebebasan penuh atas program nuklirnya pasca-JCPOA, dan di sisi lain menuntut perlindungan dan penghormatan atas kedaulatannya di tingkat internasional.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *