Tech
medsos Wajib: Kebijakan Baru USCIS

Jakarta (usmnews) – Pertama-tama, pemerintah Amerika Serikat mengusulkan kebijakan baru yang mewajibkan imigran menyerahkan profil medsos mereka saat mengajukan izin tinggal. Kebijakan ini muncul sebagai tindak lanjut perintah Presiden Donald Trump yang berupaya memperketat kontrol perbatasan dan membatasi masuknya imigran. USCIS menjelaskan bahwa pengumpulan data ini membantu mereka melakukan verifikasi identitas, penyaringan keamanan nasional, serta pemeriksaan keamanan publik. Oleh karena itu, langkah ini menjadi strategi untuk memodernisasi sistem imigrasi dan meningkatkan efektivitas pemeriksaan.
Selanjutnya, USCIS menargetkan imigran yang mengajukan permohonan Green Card, naturalisasi, pencari suaka, pengungsi, serta keluarga dari pemegang status suaka atau pengungsi. Pihak berwenang menyatakan bahwa sekitar 3,5 juta imigran harus menyerahkan informasi media sosial mereka. Dengan demikian, proses verifikasi dan penyaringan keamanan menjadi lebih terperinci dan menyeluruh. Kebijakan ini juga menggantikan aturan lama Departemen Luar Negeri yang mengharuskan pengungkapan riwayat media sosial selama lima tahun bagi pemohon visa.
Kemudian, aturan baru ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis dan ahli hak digital. Saira Hussain, seorang pengacara senior di Electronic Frontier Foundation, menilai bahwa kebijakan tersebut dapat menciptakan efek mengerikan terhadap para imigran. Saira Hussain menegaskan bahwa aturan ini dapat memicu ketakutan di kalangan imigran untuk menyuarakan pendapat mereka secara bebas melalui medsos. Lebih jauh lagi, ia menyampaikan bahwa pengumpulan data semacam itu berpotensi mengancam kebebasan berekspresi dan privasi. Menurutnya, kedua hak fundamental tersebut seharusnya dijamin bagi setiap individu tanpa adanya kecemasan terhadap pengawasan yang berlebihan.
Akhirnya, kebijakan baru USCIS ini mencerminkan upaya pemerintah AS dalam meningkatkan keamanan perbatasan. Meskipun tujuannya adalah untuk melindungi keamanan nasional, imigran kini menghadapi tantangan baru dalam proses legalisasi status mereka. Dengan demikian, kebijakan ini memicu perdebatan sengit antara kepentingan keamanan dan perlindungan hak asasi manusia di Amerika Serikat.