Nasional

5 Hari Terendam Banjir: Kisah Pilu Pengungsi Aceh Utara Bertahan dalam Gelap dan Lapar

Published

on

Semarang(Usmnews)– Dikutip dari kompas.com Hingga Sabtu malam (29/11/2025), situasi darurat bencana masih menyelimuti Kabupaten Aceh Utara. Banjir besar yang telah berlangsung selama lima hari terakhir tidak hanya merendam pemukiman, tetapi dilaporkan telah menenggelamkan sejumlah kampung secara total. Ribuan warga kini berada dalam kondisi memprihatinkan, terisolasi dari akses kebutuhan dasar, dan bertahan hidup di tenda-tenda darurat yang didirikan seadanya di sepanjang pinggir jalan nasional lintas Banda Aceh–Medan.

‎‎Penderitaan Pengungsi dan Lumpuhnya Logistik ‎Kondisi di lapangan sangat menyayat hati. Di Kecamatan Syamtalira Aron, Keuchik Alue Gunto, M. Umar, melaporkan bahwa 120 Kepala Keluarga (KK) di wilayahnya telah mengungsi selama empat malam berturut-turut. Rumah mereka tenggelam oleh air bah dengan ketinggian mencapai dua meter

‎‎Krisis pangan mulai membayangi para pengungsi. Minimnya bantuan logistik memaksa warga untuk bertahan hidup dengan sisa bahan makanan yang ada. M. Umar mengungkapkan fakta miris bahwa warga terpaksa memasak dan mengonsumsi beras yang sudah terendam air banjir karena ketiadaan pasokan bersih. Kesulitan serupa dialami warga Gampong Meunasah Reudeup, Kecamatan Lhoksukon, di mana air setinggi dada hingga kepala orang dewasa masih menggenangi pemukiman hingga hari kelima.‎‎

Respons Pemerintah di Tengah Akses yang Terputus‎Merespons krisis ini, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), turun langsung menyalurkan bantuan tanggap darurat. Namun, lumpuhnya akses darat akibat genangan air memaksa rombongan gubernur menggunakan transportasi udara dari Banda Aceh menuju lokasi.‎‎

Mualem menyerahkan bantuan simbolis berupa 10 ton beras dan paket logistik lainnya, kemudian melanjutkan perjalanan darat hingga tengah malam untuk menembus titik-titik isolasi seperti Alue Gunto, Geumata, hingga Panton Labu. Ia menegaskan komitmen pemerintah untuk menembus wilayah terisolasi baik melalui jalur darat, laut, maupun udara demi meratakan distribusi bantuan.

‎‎Akar Masalah: Jebolnya Tanggul Sungai Utama‎Berdasarkan data Dinas PUPR Aceh Utara, banjir bandang ini dipicu oleh kerusakan masif pada infrastruktur pengendali air akibat hujan deras pada 25–28 November 2025. Sungai Krueng Pase dan Krueng Keureuto mengalami kerusakan paling parah.‎‎

Tercatat ada 17 titik tanggul yang jebol total atau rusak berat. Di Desa Teupin Jok dan Teungoh, tanggul jebol sepanjang 100 hingga 200 meter, yang menyebabkan air sungai meluap tanpa kendali ke pemukiman di Samudera, Geudong, dan sekitarnya. Kerusakan ini juga menimpa pintu air di beberapa embung, memicu ketakutan warga akan potensi banjir susulan jika perbaikan tidak segera dilakukan.

‎‎Hambatan Komunikasi dan Listrik‎Tantangan evakuasi semakin berat dengan putusnya jaringan komunikasi (blackout) dan padamnya aliran listrik di lokasi bencana. Hal ini menghambat koordinasi antara tim SAR, pemerintah, dan warga. Bupati Aceh Utara, Ismail A Jalil (Ayahwa), telah meminta bantuan darurat kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk memulihkan sinyal agar proses pendataan korban dan distribusi logistik dapat berjalan lancar.‎‎

Hingga kini, status Tanggap Darurat masih diberlakukan. Sejumlah kecamatan seperti Langkahan, Kuta Makmur, dan Sawang masih terisolasi total, sementara warga terus berharap bantuan pusat segera datang untuk menanggulangi kelaparan dan memulihkan infrastruktur vital.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version