Education
3,6 Juta Siswa Ditolak Sistem PIP: Ini 7 Penyebab Utama Kegagalan Data

Semarang(Usmnews)– Dikutip dari Sindonews.com Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan inisiatif krusial dari pemerintah yang dirancang sebagai jaring pengaman sosial di bidang pendidikan. Tujuannya adalah memastikan siswa dari keluarga miskin dan rentan miskin di seluruh Indonesia dapat terus mengakses pendidikan tanpa terkendala oleh kesulitan finansial.
Meskipun memiliki niat yang mulia, implementasi program ini menghadapi tantangan signifikan setiap tahunnya. Banyak siswa yang secara kriteria sosial-ekonomi tergolong layak, justru gagal mendapatkan bantuan vital ini. Permasalahan utamanya, berdasarkan data terbaru Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek dalam Sosialisasi NSPK PIP Tahun 2025, terletak pada aspek administrasi dan validitas data.

Tercatat ada lebih dari 3,6 juta data siswa yang ditolak oleh sistem verifikasi “SiPintar”. Penolakan massal ini bukan karena siswa dianggap tidak miskin, melainkan karena data yang diajukan tidak memenuhi standar kaidah yang ditetapkan, yakni harus lengkap, valid secara kependudukan, dan logis.
Untuk menghindari kegagalan serupa di masa depan, sekolah dan orang tua perlu mewaspadai tujuh penyebab utama yang diidentifikasi oleh Puslapdik:
1. Masalah Validitas NIK (Nomor Induk Kependudukan) NIK adalah syarat mutlak karena berfungsi sebagai penghubung utama antara data siswa di sekolah (Dapodik) dengan data kependudukan nasional di Dukcapil Kemendagri. Sistem akan otomatis menolak jika NIK tidak valid, misalnya karena jumlah digit tidak sesuai (kurang atau lebih dari 16 digit), mengandung karakter non-numerik seperti huruf atau spasi, atau NIK tersebut tidak terdaftar dalam database Dukcapil.
2. Ketidaksinkronan NIK Antara Dapodik dan Dukcapil Masalah NIK kedua adalah data yang tidak sinkron. Sering terjadi kasus di mana keluarga telah memperbarui data NIK di Dukcapil, namun pihak sekolah belum melakukan pembaruan data yang sama di Dapodik. Akibatnya, sistem SiPintar yang membandingkan kedua data tersebut menemukan ketidakcocokan dan menolak NIK lama yang masih tercatat di data sekolah.
3. Kesalahan Data NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) NISN juga menjadi titik kritis kegagalan. Kesalahan umum mencakup salah ketik (misalnya kurang dari 10 digit atau tercampur huruf), penggunaan NISN fiktif, atau siswa baru yang belum didaftarkan oleh sekolah sehingga belum memiliki NISN di Pusdatin. Data Puslapdik tahun 2024 menunjukkan betapa seriusnya masalah ini, di mana 572.507 siswa gagal menerima PIP karena masalah validitas NISN.
4. Ketidaksesuaian Data Personal Kunci Sistem verifikasi melakukan pencocokan data personal secara ketat. Perbedaan data di Dapodik dengan data di Dukcapil—meskipun hanya satu huruf—pada penulisan nama lengkap siswa, tanggal lahir, atau nama ibu kandung akan langsung menyebabkan data dianggap tidak valid dan ditolak.
5. Usia di Luar Ketentuan Bantuan PIP memiliki batasan usia yang jelas, yakni hanya ditujukan bagi siswa yang berusia antara 6 hingga 21 tahun. Siswa yang terdata berusia di bawah 6 tahun atau di atas 21 tahun akan secara otomatis dihapus oleh sistem dari daftar calon penerima.
6. Logika Penghasilan Orang Tua Meskipun tidak ada aturan tertulis yang menyebutkan batas maksimal penghasilan secara spesifik, sistem PIP dirancang untuk menyasar keluarga berpenghasilan rendah. Secara logis, jika data Dapodik mencatat penghasilan orang tua di atas ambang batas kewajaran (misalnya di atas Rp5 juta per bulan), sistem akan menandai siswa tersebut sebagai tidak layak menerima bantuan bagi masyarakat miskin.
7. Data Dapodik yang Tidak Mutakhir Penyebab terakhir yang sering terjadi adalah kelalaian sekolah dalam memperbarui data siswa secara rutin di Dapodik. Perubahan status ekonomi, alamat tempat tinggal, data wali, atau data kependudukan lainnya yang tidak segera disinkronkan dapat menyebabkan siswa yang tadinya layak menjadi tidak terdeteksi oleh sistem.

Data dan Upaya Perbaikan
Data penyaluran PIP fase 1 tahun 2025 (per 10 Februari 2025) menunjukkan gambaran yang jelas: dari 46,3 juta total siswa terdata, 26,2 juta dianggap layak PIP, namun 3,68 juta siswa ditolak oleh sistem SiPintar, mayoritas karena masalah NIK, NISN, dan ketidaksesuaian data pribadi.
Untuk mengatasi ini, sekolah didesak untuk proaktif melakukan perbaikan data melalui laman vervalpd.data.kemdikbud.go.id. Orang tua juga diimbau untuk selalu memastikan data kependudukan mereka akurat dan melaporkan perubahan data ke sekolah. Dengan verifikasi dan pembaruan data yang berkala, diharapkan program PIP dapat berjalan lebih efektif dan tepat sasaran.







