Entertainment
$161 Juta Melayang: Blake Lively Ungkap Kerugian Akibat Kerusakan Reputasi dari Konflik Justin Baldoni
Jakarta (usmnews) – Aktris Hollywood terkemuka, Blake Lively, dilaporkan telah mengajukan klaim kerugian finansial yang signifikan, mencapai angka mengejutkan $161 juta dolar AS (sekitar Rp2,6 triliun), yang dikaitkan langsung dengan apa yang ia sebut sebagai kampanye hitam. Kampanye ini, menurutnya, berakar dari perseteruan hukum yang sedang berlangsung dengan lawan main sekaligus sutradaranya dalam film “It Ends With Us”, Justin Baldoni.
Dokumen pengadilan yang memuat klaim kerugian besar ini dipublikasikan oleh tim hukum Blake Lively, sebagai bagian dari persiapan menjelang persidangan besar melawan Baldoni, yang dijadwalkan akan dimulai pada Maret tahun depan (2026). Laporan dari media internasional seperti Variety dan NME menyoroti secara rinci kategori-kategori kerugian yang dialami Lively.
Berdasarkan berkas pengadilan yang diajukan, pengacara Lively menguraikan kerugian finansial yang diklaim klien mereka di beberapa sektor utama:
- Pendapatan Akting dan Endorsement yang Hilang: Lively mengklaim kehilangan sebesar $56,2 juta dolar AS. Jumlah ini mencakup pendapatan yang seharusnya ia terima dari peluang akting di masa lalu, prospek pendapatan di masa depan dari proyek film dan televisi, serta kerugian dari penampilan publik dan kontrak iklan (endorsement).
- Kerugian Bisnis Kecantikan: Bisnis kecantikan Lively, yang dilaporkan mencakup lini produk hair-care (disebut sebagai Blake Brown dalam laporan lain), mengalami kerugian yang diklaim sebesar $49 juta dolar AS.
- Kerugian Reputasi Pribadi dan Merek Minuman: Aktris tersebut juga mengklaim kerugian sebesar $22 juta dolar AS terkait merek minumannya (disebut sebagai Betty Booze dalam beberapa sumber), yang terpengaruh akibat permasalahan ini.
- Kerusakan Reputasi Smear Campaign: Kerugian terbesar keempat dikaitkan dengan kerusakan citra dan reputasi pribadi yang dipicu oleh dugaan kampanye hitam. Lively mengklaim kerugian sebesar $34 juta dolar AS yang disebabkan oleh peredaran masif konten negatif di media sosial. Tim hukum Lively mencatat bahwa kerugian reputasi ini dipicu oleh sekitar 65 juta unggahan negatif di berbagai platform online yang menyasar sang aktris sejak kasus ini mencuat.
Selain jumlah kerugian aktual yang mencapai $161 juta, tim kuasa hukum Lively juga telah mengindikasikan bahwa mereka akan berupaya menuntut ganti rugi tambahan. Tuntutan ini bisa mencapai hingga tiga kali lipat dari jumlah kerugian yang sudah ada, dalam bentuk ganti rugi hukuman (punitive damages) yang bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pihak tergugat. Namun, perlu dicatat bahwa angka-angka kerugian tersebut saat ini masih bersifat estimasi awal dan harus divalidasi serta dibuktikan secara hukum melalui kesaksian para ahli keuangan dan reputasi dalam persidangan.
Kasus hukum yang menjadi sumber klaim kerugian ini berawal sejak Desember tahun lalu (2024). Saat itu, Blake Lively melayangkan gugatan terhadap Justin Baldoni, menuduhnya melakukan “pelecehan seksual dan tidak diinginkan” di lokasi syuting dan setelahnya, serta menuduh Baldoni berupaya “menghancurkan reputasinya” melalui kampanye yang terkoordinasi.
Justin Baldoni, yang membantah keras semua tuduhan tersebut, kemudian mengajukan gugatan balik (countersuit) terhadap Lively, suaminya Ryan Reynolds, dan publisisnya Leslie Sloane, menuntut ganti rugi fantastis sebesar $400 juta dolar AS. Baldoni mengklaim bahwa Lively dan timnya telah mencoba memerasnya.
Meskipun demikian, gugatan balik yang diajukan Baldoni tersebut menghadapi kemunduran signifikan ketika ditolak oleh hakim pada Juni lalu (2025). Lebih lanjut, Baldoni juga dilaporkan telah dipecat dari agensi bakatnya pada bulan Desember (2024) dan gelar penghargaan solidaritas perempuan yang pernah ia terima dicabut, sebuah indikasi dampak serius dari kontroversi ini terhadap karier dan citra publiknya.
Kasus ini kini memanas menuju persidangan yang akan menentukan nasib kedua bintang Hollywood tersebut, dengan klaim kerugian Blake Lively yang telah menjadi fokus utama perhatian publik dan media.